Mataram (NTBSatu) – Anggota Komisi I DPR RI, H. Rachmat Hidayat mengkritik keras langkah Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal yang membebankan seluruh biaya Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pengurus Bank NTB Syariah kepada anggaran internal bank.
Menurutnya, Gubernur telah mempertontonkan tindakan yang menjadikan Bank NTB Syariah sebagai kas daerah kedua.
Politisi PDIP ini menilai, praktik tersebut merupakan tindakan keliru. Bertentangan dengan prinsip tata kelola yang baik. Juga membahayakan masa depan kelembagaan Bank NTB Syariah.
Di samping itu, tindakan ini menjadi preseden buruk lantaran berpotensi melanggengkan praktik moral hazard serupa di masa depan.
“Menerbitkan SK Pansel pengurus, lalu membebankan seluruh biayanya ke internal bank adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan. Bank daerah bukan kas tambahan pemerintah,” tegas Rachmat, kemarin.
Dalam Surat Keputusan tentang Panitia Seleksi Pengurus Bank NTB Syariah tersebut ditandatangani Gubernur NTB pada 15 April 2025. Dalam beleid Nomor 100.3.3.1.-197 Tahun 2025 tersebut, Gubernur menetapkan empat diktum.
Diktum ketiga menyebutkan secara terang benderang, seluruh biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Keputusan Gubernur tersebut, dibebankan pada anggaran Bank NTB Syariah.
Rachmat menegaskan, meskipun milik pemerintah daerah, Bank NTB Syariah adalah entitas bisnis atau badan usaha yang pengelolaannya harus secara profesional.
“Karena itu, setiap langkah yang membebani bank dengan biaya di luar kegiatan bisnis normalnya, sudah pasti mencederai prinsip tata kelola perusahaan yang sehat atau good corporate governance,” jelas Rachmat.
Bank daerah, kata Rachmat, memiliki independensi. Itu sebabnya, bank milik daerah harus tetap profesional dan menjaga jarak yang sehat dari intervensi pemerintah. Itulah cara terbaik bank untuk tetap kredibel di mata publik dan regulator.
“Menyuruh bank daerah membiayai Pansel seleksi pengurus lewat SK Gubernur adalah praktik keliru yang membahayakan independensi dan kredibilitas bank,” ucap Rachmat.
Apalagi, kata politisi kondang Bumi Gora ini, dalam Keputusan Gubernur tersebut sama sekali tidak mencakup rencana anggaran biaya. Hal yang bisa menjadikan biaya pansel seleksi Bank NTB Syariah ini menjadi no limit. Tanpa batasan yang jelas, boleh jadi, segala macam bentuk kegiatan dapat ditagihkan.
Pun juga tidak dijelaskan pembiayaan ini harus mengambil pos anggaran apa di Bank NTB Syariah.
“Sungguh tak elok sekali, jika biaya untuk Pansel harus dibebankan kepada biaya operasional bank,” ujarnya.
Mengingat, lanjut Rachmat, anggaran tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha utamanya. Juga tak bertanggung jawab jika dibebankan pada anggran CSR bank, karena merupakan dana yang disisihkan untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan lingkungan.
“Terbitnya Keputusan Gubernur ini sebuah preseden buruk. Kalau sekarang dibiarkan, ke depannya bisa jadi alat siapa pun yang berkuasa untuk menggunakan dana bank daerah sesuka hati. Ini benar-benar sangat berbahaya,” terangnya.
Legislator Senayan empat periode ini menyebutkan, bukan tidak mungkin, sepuluh Bupati dan Wali Kota di NTB akan melakukan hal serupa.
Membuat aneka SK, lalu membebankan pembiayaannya pada anggaran Bank NTB Syariah. Mengingat para Bupati dan Wali Kota memiliki posisi yang sama dengan Gubernur sebagai kepala daerah representasi pemegang saham di Bank NTB Syariah.
Praktik-praktik seperti inilah, kata Rachmat, yang justru memiliki daya rusak yang sangat besar terhadap bank daerah. Atas nama pemegang saham, kepala daerah justru membuat bank daerah rentan menjadi sapi perah birokrasi. Bukan lagi institusi yang kuat menopang ekonomi daerah.
“Sangat melawan akal sehat. Membebani bank untuk keputusan politik, tetapi menuntut mereka tetap sehat dan profesional,” ucapnya.
Ketua DPD PDIP NTB ini meyakini, Gubernur Lalu Muhammad Iqbal, ingin memberikan yang terbaik bagi kemajuan Bank NTB Syariah.
Gubernur Iqbal, sebutnya, tidak memiliki beban, sehingga memiliki niat tulus untuk menjadikan bank daerah lebih kuat, lebih sehat, dan lebih profesional. Memastikan Bank NTB Syariah sebagai pilar ekonomi daerah yang kokoh dan mandiri.
Karena itu, Rachmat tidak ingin Gubernur Iqbal terjerat dalam manipulasi. Yakni, tatkala lingkaran dekatnya menyisipkan kepentingan pribadi ke dalam keputusan resmi.
Ia tak mau, lingkaran sekitar Gubernur NTB berubah menjadi bayangan gelap di balik keputusan-keputusan yang tampak sah secara hukum, tapi malah menyimpang dari kepentingan publik.
“Integritas pribadi saja tentu tidak cukup. Tanpa filter yang kuat, keputusan resmi bisa dimanipulasi dan disusupi kepentingan kelompok di sekitar Gubernur,” kata Rachmat.
Tanggapan Pansel Bank NTB Syariah
Terpisah, Ketua Pansel Bank NTB Syariah, Wirajaya Kusuma menjelaskan, penggunaan anggaran dari internal Bank NTB Syariah ini sudah berdasarkan regulasi. Apalagi, kebutuhannya untuk seleksi pengurus pada bank tersebut.
Acauannya adalah pada SK Gubernur. Selain itu, Peraturan Mendagri Nomor 37 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Pada Pasal 57 peraturan tersebut menjelaskan, bahwa biaya penyelenggaraan seleksi untuk calon pengurus, seperti dewan pengawas, komisaris, dan direksi, bisa dari APBD atau oleh BUMD itu sendiri.
“Itu jelas di regulasi itu. Kemudian, hasil RUPS LB yang mengamanatkan Pemegang Saham Pengendali (PSP) untuk membentuk Pansel. Pansel sudah jelas dengan SK Gubernur, bahwa pembiayaan untuk penyelenggaraan penjaringan untuk Bank NTB Syariah itu adalah anggaran dari Bank NTB,” jelas Wirajaya, Selasa, 29 April 2025.
Kemudian, dari sisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mempermasalahkan dalam hal penggunaan anggaran ini. Terpenting, mengedepankan prinsip transparansi dan kewajaran dalam penggunaannya.
“Termasuk soal besaran anggaran yang digunakan, itu kan nanti yang menilai ada OJK,” ujar Wirajaya.
“Sementara terkait pelaksanaan kegiatan, tentukan ada standar harga, itu tentu mengacu ke Pergub. Ketika menetapkan untuk biaya apa, jadi itu ada aturan gubernur,” sambungnya.
Kenapa tidak menggunakan APBD? Menurut Wirajaya, bahwa hajat seleksi ini merupakan hajat untuk kepentingan BUMD, yaitu Bank NTB Syariah.
Kemudian, dalam APBD juga tidak menganggarkan secara khusus untuk pemilihan pengurus Bank NTB Syariah.
Sebab di mana-mana, anggaran untuk seleksi pengurus BUMD itu kebanyakan bersumber dari BUMD itu sendiri. Contoh Bank Jatim, semua pembiayaan melalui Bank Jatim. Demikian di Bank Pasuruan, semua pembiayaannya dari BUMD tersebut.
“Jadi tidak ada yang salah, kalau ditanya dasar hukumnya sudah jelas. Kami tidak ingin berpolemik dengan ini, kami kerja sudah on the track kami juga sealu mengacu pada regulasi yang ada,” pungkas Wirajaya.