Ekonomi Bisnis

Dewan Kritik Keras Biaya Seleksi Pengurus Bank NTB Syariah, Pansel: Sudah Sesuai Regulasi

Temukan Manipulasi Lain yang Serupa

Rachmat juga menilai, ketika agenda mutasi jajaran pejabat eselon II Pemprov NTB terdapat manipulasi serupa. Pada akhirnya, mutasi pekan lalu batal.

Pelantikan pejabat yang sudah diagendakan pada Jumat lalu tersebut batal, meski undangan telah diedarkan dan mereka yang mendapat undangan telah bersiap-siap.

Belakangan muncul penjelasan, bahwa Menteri Dalam Negeri belum menandatangani persetujuan mutasi tersebut.

Namun, kata Rachmat, muncul pula banyak informasi, bahwa surat permohonan persetujuan mutasi ke Menteri Dalam Negeri meski telah ditandatangani Gubernur, tapi surat dimaksud tidak pernah ada di Kementerian Dalam Negeri.

Yang didengar Rachmat, memang ada satu surat permohonan Gubernur NTB di Kemendagri, tapi terkait permohonan yang lain. Yakni permohonan persetujuan satu-satunya pejabat eselon I di NTB yang ingin pindah menjadi tenaga pengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Namun, bagaimana surat tersebut nyelonong lebih dahulu, masih menjadi tanda tanya.

IKLAN

Karena itu, Rachmat pun ingin Gubernur selalu waspada. Mengingat sudah menjadi fenomena nyata, di banyak tempat, permainan lingkaran dalam kepala daerah justru berisiko mengesahkan kepentingan sempit atas nama kebijakan daerah. Sering tersembunyi agenda-agenda tak kasat mata dari lingkaran kecil, yang justru bermain di belakang kepala daerah.

Namun, apapun itu, Rachmat yakin, Gubernur Iqbal mengambil hikmah dari tertundanya mutasi tersebut. Politisi lintas zaman ini yakin, Gubernur NTB menyadari sepenuhnya, bahwa jangan ada tahapan yang terlompati.

Idealnya, mutasi pejabat daerah memang harus didahului dengan disahkannya dokumen RPJMD yang merupakan perwujudan dari visi, misi, dan program kepala daerah.

Berdasarkan dokumen RPJMD itulah, lalu Gubernur merancang restrukturisasi organisasi perangkat daerah. Mana OPD yang perlu dipertahankan, mana OPD yang akan digabungkan, dan mana OPD yang ditiadakan.

Baru kemudian setelah itu, siapa-siapa yang akan mengomandai OPD tersebut disiapkan, dengan didahului uji kepatutan dan kelayakan dengan basis pada merit sistem.

“Pak Gubernur pasti paham sepenuhnya. Pembangunan daerah yang terarah harus dimulai dengan RPJMD sebagai kompasnya, restrukturisasi OPD sebagai jalannya, dan mutasi pejabat sebagai mesin penggeraknya,” ucap Rachmat.

Lagi pula, untuk mutasi di usia pemerintahan yang belum genap tiga bulan, Rachmat mengemukakan, mungkin belum menjadi prioritas yang mendesak.

Mengingat, biasanya prioritas di awal pemerintahan adalah menyusun fondasi pembangunan, bukan sibuk dengan bongkar pasang pejabat. Lebih mendesak bagi Gubernur saat ini kata Rachmat, adalah fokus membenahi masalah nyata yang ada di lapangan.

Di antara persoalan yang mendesak tersebut adalah persoalan Dana Alokasi Khusus (DAK). Rachmat sendiri mendengar, alokasi DAK bagi provinsi NTB telah menjadi bancakan pejabat daerah.

Rachmat juga mencermati pemberitaan di media massa, bagaimana bancakan itu terjadi. Lalu kini, persoalan tersebut berkembang menjadi pengajuan hak interpelasi di DPRD NTB.

Rachmat menegaskan, DAK adalah dana dari pemerintah pusat yang dialokasikan untuk membantu pembiayaan program pembangunan di daerah yang penentuan alokasinya juga ditentukan Badan Anggaran DPR RI.

Mengingat DAK adalah amanah dari pemerintah pusat untuk pembangunan daerah, sebagai Anggota Badan Anggaran DPR RI, Rachmat menegaskan, harus memastikan DAK di NTB tersebut sesuai dengan tujuan yang benar.

Karena itu, dirinya sangat miris mendengar bagaimana DAK di NTB justru menjadi bancakan. Rachmat kini mengetahui bagaimana seorang Sekretaris Daerah (Sekda) NTB mendapatkan surat somasi terkait dana DAK tersebut.

Surat somasi tersebut ditembuskan ke aparat penegak hukum. Dokumen salinan surat somasi tersebut sudah didapat Rachmat. Terkait dana Rp12 miliar di dalamnya.

Rachmat juga menyebut, telah berkomunikasi langsung dengan pimpinan DPRD NTB. Mengingat, ada gerakan untuk menggagalkan Hak Interpelasi DAK ini.

Dalihnya atas nama stabilitas pemerintahan daerah. Dalihnya, perlunya menjaga nama baik pimpinan-pimpinan daerah. Hal yang menurut Rachmat sungguh tidak bertanggung jawab.

Sebab, bancakan DAK seperti berita-berita di media massa tersebut, sesungguhnya adalah persoalan penyimpangan keuangan daerah dan oleh karena itu harus ditangani aparat penegak hukum.

“Ketika Dana Alokasi Khusus berubah menjadi bancakan, maka hak interpelasi dewan bukan hanya perlu. Tapi wajib didukung. DAK yang disalahgunakan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Hak interpelasi adalah mekanisme sah untuk mengoreksi itu. Gubernur patut mencermati dan mendukung ini,” tutup Rachmat. (*)

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button