Mataram (NTBSatu) – Kepala Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB, Iswandi menjelaskan, kebudayaan menjadi bagian integral dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB 2025-2029.
Ia menyebut, bahwa kebudayaan tidak hanya soal pelestarian. Tetapi juga menjadi kekuatan strategis dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Terlebih, kebudayaan di NTB memiliki potensi besar untuk menjadi lokomotif pembangunan daerah, terutama melalui pengembangan pariwisata berbasis budaya.
“Namun, untuk mencapainya, kami harus memastikan bahwa infrastruktur kebudayaan memadai dan akses masyarakat terhadap warisan budaya lebih merata,” ungkap Iswandi dalam dialog kebudayaan, Selasa, 7 Januari 2025.
Ia menjelaskan, rancangan teknokratik RPJMD NTB mencakup beberapa fokus utama dalam kebudayaan, seperti pelestarian warisan budaya. Kemudian, mengoptimalkan perlindungan cagar budaya seperti Taman Narmada dan Desa Genggelang.
Serta, memfasilitasi pencatatan warisan budaya tak benda dengan melanjutkan dokumentasi dan digitalisasi naskah-naskah lontar NTB. Mengingat kekayaan intelektual ini dapat mendukung penelitian dan promosi budaya ke tingkat internasional.
“Sebagaimana yang dikatakan Menteri Kebudayaan, Bapak Fadli Zon. NTB ini mempunyai koleksi 1.300 naskah lontar dan masih banyak lagi warisan budaya kita yang luar biasa,” terangnya.
Selain itu, Iswandi menyampaikan, pemerintah perlu memberdayakan kelompok seni, sanggar, dan lembaga adat untuk aktif berkontribusi dalam pembangunan budaya.
Indeks Pembangunan Kebudayaan
Termasuk, menggunakan indikator kebudayaan dengan menjadikan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) sebagai salah satu indikator utama dalam penilaian keberhasilan pembangunan daerah.
“Dalam rancangan teknokratik, kami juga menekankan perlunya kerja sama antar pihak, baik pemerintah, komunitas, maupun akademisi untuk mendukung visi kebudayaan NTB Emas,” jelas Iswandi.
Namun, ia mengakui pembangunan kebudayaan di NTB menghadapi sejumlah tantangan, yaitu keterbatasan sumberdaya, ketimpangan akses, hingga krisis identitas budaya.
Banyak masyarakat di daerah terpencil yang belum memiliki akses terhadap fasilitas kebudayaan. Belum lagi, generasi muda yang mulai kehilangan keterhubungan dengan budaya tradisional akibat derasnya arus globalisasi.
“Kami berharap, RPJMD ini mampu menjadi solusi yang tidak hanya melestarikan kebudayaan, tetapi juga mengintegrasikannya ke dalam seluruh sektor pembangunan,” pungkas Iswandi. (*)