Kota Bima (NTBSatu) – Tembe Nggoli merupakan produk tenunan khas masyarakat Kota Bima. Salah satu sentral tembe nggoli di Kota Bima, yakni di Kelurahan Ntobo.
Industri rumah penghasilan tembe Nggoli di Ntobo terus berkembang dari tahun ke tahun. Penenun Tembe Nggoli sekarang bukan lagi kalangan ibu-ibu, tapi remaja usia SMP, SMA juga sudah mahir jadi penenun.
“Alhamdulillah, gadis-gadis remaja di Ntobo sekarang sudah banyak jadi penenun. Khusus di bawah binaan saya jumlahnya lebih dari 30 orang. Bahkan ada yang masih kelah 5 SD, lho,” kata salah satu pelaku UKM Dina Kelurahan Ntobo, Yuyun Ahdianti dikonfirmasi, Minggu, 8 Desember 2024.
Jumlah penenun di Ntobo, kata Yuyun, berkembang pesat. Bahkan tiap rumah memiliki alat tenun sendiri. Mereka termotivasi karena pangsa pasar hingga keuntungan yang menjanjikan. Begitu pula pengepul atau UKM dengan penenun binaan masing-masing.
“Jumlah penenun binaan saya sekarang sudah 300 san lebih. Padahal awalnya hanya 20 orang. Khusus yang generasi muda memang saya latih mandiri sejak 2019. Bukan sekadar bantu orang tua. Alhamdulillah, dari tahun ke tahun makin banyak,” kata dia.
Para penenun di Ntobo, sambungnya, tidak membutuhkan modal banyak. Mereka cukup menyediakan alat tenun. Sedangkan bahannya dari pengepul atau pelaku UMKM.
“Sistemnya bagi hasil. Tergantung kualitas dan jenis kain yang mereka buat,” ujarnya.
Dari hasil penjualan kata Yuyun, penenun bisa memperoleh keuntungan lebih dari 60 persen per satu kain. Misalnya kain seharga Rp 270 ribu, mereka mendapatkan Rp 170 ribu.
“Kalau kain paling mahal seperti Gelendo Geliter atau Songket Geliter itu harganya bisa Rp 750. Dari harga itu penenun dapatnya Rp 400 ribu,” ujar dia.
Proses Pembuatan Kain
Proses pembuatan kain Nggoli, lanjutnya, memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Seperti Songket Geliter, kain paling mahal proses pembuatannya rata-rata 10 hari per lembar. Itupun tergantung aktivitas keseharian dari penenun. Karena sebagian besar dari mereka merupakan ibu rumah tangga dan bertani.
“Kalau fokus bisa selesai 4 sampai 5 hari. Dalam sebulan saja mereka bisa buat 5 lembar kain, pendapatannya bisa Rp2 juta,” jelas Yuyun.
Dia mengaku, penenun binaan bukan hanya di Ntobo. Ada juga di tempat lain seperti di Kelurahan Rite, Oi Foo, Nitu, Pena Nae dan beberapa kelurahan lain. Hanya saja jumlahnya tidak banyak.
“Kalau di tempat lain jumlahnya 2 sampai 5 orang. Sebenarnya itu warga asli Ntobo yang kebetulan menikah dengan orang di sana,” kata dia.
Menurut Yuyun, usaha tersebut saat ini cukup menjanjikan. Sejak awal rintis tahun 2015 hingga sekarang, Tembe Nggoli Ntobo sudah dipasarkan di berbagai daerah di Indonesia. Seperti Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan lainnya.
“Di NTB apalagi. Sudah banyak sekali. Bulan Oktober kemarin saja ada 1.000 lembar terjual,” akunya.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima, M. Natsir menjelaskan, UKM Tembe Nggoli di Kota Bima cukup berkembang. Begitupun juga penenunnya.
“Penenun Tembe Nggoli ini hanya ada di 14 kelurahan di Kota Bima. Untuk jumlah UKM maupun penenun, Dinas Koperindag yang lebih tahu,” ujarnya.
Natsir menjelaskan, Tembe Nggoli memiliki keistimewaan dibanding sarung pada umumnya. Selain bahannya halus, juga beragam jenis. Uniknya lagi, Tembe Nggoli ketika dipakai saat cuaca dingin akan terasa hangat. Begitupun saat cuaca panas akan terasa dingin.
“Di sektor pemasaran, tembe Nggoli Bima sudah sangat dikenal. Pada event besar seperti festival rimpu Kota Bima itu tembe Nggoli jadi bahan dasar hingga berhasil memecahkan rekor muri. Festival rimpu juga berhasil masuk Kharisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” pungkasnya. (*)