Penetapan UMP NTB 2026 Molor
Mataram (NTBSatu) – Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2026 molor. Semula dijadwalkan pada 21 November 2025, namun hingga kini belum ada kejelasan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Muslim menjelaskan, molornya penetapan UMP 2026, karena belum adanya koefisien pengali dari Pemerintah Pusat. Koefisien ini menjadi formula baru perhitungan UMP.
“Masih menunggu koefisien pengali dari Pemerintah Pusat. Kalau sudah keluar langsung kita rapatkan dengan dewan pengupah,” kata Muslim, Selasa, 25 November 2025.
Keterlambatan Pemerintah Pusat menetapkan koefisien pengali, karena sejumlah daerah perlu penyesuaian besaran UMP. Yaitu, bergantung pendapatan daerah pada tahun berkenaan.
“Artinya, rumus kenaikan UMP tidak lagi merata, namun sesuai dengan pendapatan masing-masing daerah,” ujarnya.
Munculnya kebijakan itu, lanjut Muslim, karena Serikat Pekerja melayangkan protes besaran koefisien pengali tersebut.
“Misalnya Bekasi, itu kan UMR nya Rp4 juta. Di sini cuma Rp2 juta, jadi kalau bisa semakin besar daerah memiliki kemampuan fiskal yang bagus, dia mendapatkan kenaikan yang signifikan,” ungkapnya.
Meski ada gejolak permintaan Serikat Pekerja di pusat, Muslim memastikan di daerah, komunikasi intens terus pemerintah lakukan bersama Apindo dan Serikat Pekerja. Dalam komunikasi itu, Serikat Pekerja, katanya, menginginkan kenaikan upah cukup besar.
“Kalau Serikat Pekerja ini kan maunya besar. Iya, kita juga maunya besar,” ucapnya.
Sementara itu, Apindo meminta agar penyesuaian UMP secara rasional mempertimbangkan kondisi usaha yang sedang melakukan efisiensi. Menurut Apindo, usaha di NTB masih menghadapi tantangan akibat lambannya pertumbuhan.
Namun bila ruang kegiatan ekonomi diperluas dan mobilitas wisata meningkat, maka okupansi hotel, sektor kuliner, hingga layanan pendukung lainnya akan tumbuh.
“Perhitungan UMP ke depan basisnya harus sesuai fakta eksistensi. Kalau pun naik, jangan terlalu kecil dan jangan terlalu besar. Harus mengakomodasi serikat buruh dan dunia usaha,” jelasnya.
Tunggu Petunjuk Pusat
Pertemuan antara Dewan Pengupahan, Apindo, dan Serikat Pekerja sudah dilakukan. Namun, seluruh pihak sepakat menunggu instruksi pusat sebelum menetapkan angka final. Bahkan, usulan Serikat Pekerja yang sempat beredar di media, yakni sekitar 10 persen, belum bisa menjadi rujukan.
“Semuanya sudah kita bahas. Tapi tetap menunggu petunjuk pusat. Baru nanti kita sesuaikan skenario dan rencana aksi untuk tahun depan,” terangnya.
Adapun dalam proses pembahasan UMP tersebut, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB itu memperkirakan, Pemerintah Pusat akan mempertimbangkan beberapa indikator, seperti inflasi nasional yang cukup stabil serta pertumbuhan ekonomi yang berada pada kisaran 5 persen secara nasional dan sekitar 3 persen di NTB.
“Pemerintah Pusat pasti arif dan bijak. Tren ekonomi mulai membaik, tapi dinamika juga ada. Itu semua diperhitungkan,” katanya. (*)



