Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
ADVERTORIALPemerintahan

RPJMD 2025–2029 Dorong Transformasi Lingkungan NTB, DLHK Pacu Rehabilitasi dan Ketahanan Iklim

Mataram (NTBSatu) – Pembangunan Provinsi NTB memasuki fase penting pada periode RPJMD 2025–2029. Tantangan lingkungan hidup semakin kompleks akibat perubahan iklim, degradasi hutan, peningkatan lahan kritis, hingga krisis ketersediaan air di berbagai wilayah.

Analisis KLHS RPJMD menegaskan, NTB berada pada kondisi yang harus ditangani secara strategis, terutama setelah indikator penyediaan air menunjukkan nilai memprihatinkan.

Sebanyak 55,46 persen wilayah berada pada kategori penyediaan air rendah–sedang, sementara 41,47 persen sisanya berada dalam kategori lebih rendah. Situasi tersebut menegaskan, ketahanan air menjadi isu serius yang harus mendapat menjawab melalui kebijakan konkret.

Renstra Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB 2025–2029 menempatkan persoalan perubahan iklim dan kerusakan ekosistem sebagai prioritas utama. Proyeksi iklim di KLHS menunjukkan peningkatan suhu minimum tahunan sebesar 2,3–2,7°C pada 2020–2049, yang berpotensi memperburuk kekeringan, mengganggu produktivitas pertanian, serta meningkatkan intensitas kejadian bencana hidrometeorologis.

Proyeksi curah hujan musim kemarau berkurang hingga 20 persen. Menjadikan wilayah NTB kian rentan terhadap siklus kekeringan panjang.

Plt Kepala DLHK NTB, Ir. Ahmadi, menyampaikan arah pembangunan harus memadukan pertumbuhan ekonomi dengan ketahanan ekologis.

“Krisis lingkungan tidak boleh kita pandang sebagai isu pinggiran. Tanpa air, tanpa hutan, tanpa ekosistem pesisir yang sehat, pembangunan apa pun akan runtuh. NTB harus bergerak serentak untuk menahan laju kerusakan dan meningkatkan ketangguhan iklim,” tegasnya, usai pembahasan Renstra dengan Bappeda NTB, Rabu, 19 November 2025.

Lombok Terkenal Miliki Curah Hujan Tinggi

Struktur geografis NTB turut memperkuat urgensi penanganan lingkungan. Pulau Lombok terkenal memiliki curah hujan cukup tinggi, tetapi wilayah selatan dan barat cenderung kering. Kawasan utara didominasi pegunungan dan hutan hujan tropis yang menjadi sumber air bagi ratusan ribu penduduk.

Pulau Sumbawa memiliki karakter geografis lebih beragam dan iklim yang lebih kering. Kebergantungan masyarakat terhadap hutan, pertanian lahan kering, dan sumber air permukaan membuat pulau ini lebih sensitif terhadap perubahan iklim.

Analisis tutupan lahan memperlihatkan bahwa NTB memiliki 304.383 hektare hutan primer dan 542.591 hektare hutan sekunder, angka yang menunjukkan tekanan tinggi pada kawasan hutan. Luas lahan kritis mencapai 578.645,97 hektare, dengan Kabupaten Bima menjadi wilayah terparah. Deforestasi, perambahan, kebakaran hutan, dan pola penggunaan lahan yang tidak konservatif memperburuk kondisi ekologis.

Renstra DLHK dan RPJMD kemudian menyelaraskan strategi melalui 15 Kegiatan Strategis lingkungan, termasuk Revitalisasi DAS (KS62), peningkatan tutupan hutan, mangrove, dan terumbu karang (KS63), serta pengendalian perubahan iklim melalui perdagangan karbon dan efisiensi energi (KS64). Posisi program Net Zero Emission (KS68) sebagai rujukan jangka panjang NTB menuju pembangunan rendah karbon yang berketahanan iklim.

Ekosistem Pesisir Masuk Prioritas

Ekosistem pesisir NTB juga masuk prioritas intervensi. Mangrove seluas 9.102 hektare kategori sekunder dan 1.723 hektare kategori primer berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi dan intrusi air laut. Kerusakan mangrove akibat konversi lahan dan aktivitas tambak menjadi ancaman bagi sektor perikanan dan ekosistem laut. Rehabilitasi 10.000 hektare mangrove menjadi target realistis lima tahun ke depan.

Ahmadi menekankan, kebijakan tata ruang menjadi salah satu penentu utama keberhasilan upaya lingkungan.

“Pelanggaran tata ruang adalah akar dari banyak bencana ekologis. Ketika daerah resapan ditutupi beton, ketika alur sungai dikonversi, ketika tambak masuk zona konservasi, maka air hilang, banjir datang, dan alam kehilangan keseimbangannya. Kepatuhan tata ruang harus ditegakkan tanpa kompromi,” ujarnya.

DLHK NTB berfokus untuk meningkatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, BWS, BP DAS, akademisi, dan masyarakat. Rehabilitasi hutan menjadi agenda besar melalui pendekatan agroforestry, reboisasi, serta pemberdayaan Kelompok Tani Hutan (KTH). Pemprov NTB terus memperkuat transformasi sistem pengelolaan sampah berbasis sirkular ekonomi (KS60, KS61), untuk mengurangi pencemaran darat dan laut.

NTB kini bergerak menuju pembangunan yang meletakkan ketahanan lingkungan sebagai fondasi utama.

“Lingkungan adalah rumah besar kita. Jika rumah rusak, semua penghuni akan merasakan akibatnya. Kita sedang menata ulang arah pembangunan NTB agar maju ekonominya, kuat manusianya, dan lestari alamnya,” pungkas Ahmadi. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button