DLHK NTB Perkuat Ekonomi Sirkular, Targetkan Pengurangan Sampah 30 Persen
Mataram (NTBSatu) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) menetapkan penguatan ekonomi sirkular sebagai salah satu prioritas utama dalam Renstra 2025–2029.
Kebijakan ini disusun untuk menjawab krisis pengelolaan sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Terutama pada wilayah perkotaan dan kawasan padat penduduk. Tantangan terbesar muncul dari pengelolaan sampah rumah tangga yang masih didominasi sistem kumpul-angkut-buang, sementara kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) kian terbatas.
Data KLHS RPJMD NTB memperlihatkan, hanya 12,78 persen sampah yang berhasil tertangani di TPA. Sedangkan 87,22 persen sisanya tidak tertangani sehingga menumpuk pada permukiman, lahan kosong, saluran drainase, dan bahkan terbawa ke sungai serta laut.
Kondisi ini semakin memprihatinkan karena sebagian besar sampah yang tidak tertangani berakhir mencemari daerah aliran sungai (DAS) dan merusak ekosistem pesisir. Situasi tersebut memperkuat urgensi perubahan paradigma menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih modern, terukur, dan berorientasi pemanfaatan ulang.
PLT Kepala DLHK NTB, Ir. Ahmadi, mengatakan perubahan signifikan hanya dapat terjadi apabila pengelolaan sampah dilakukan sejak dari sumber.
“Sampah tidak boleh menumpuk di hilir. Pengurangannya harus mulai dari rumah tangga. Jika sampah tidak kita pilah sejak dari sumber, TPA akan selalu penuh,” tegasnya, usai usai pembahasan Renstra dengan Bappeda NTB, Rabu, 19 November 2025.
Penerapan ekonomi sirkular pada Renstra 2025–2029 selaras dengan Kegiatan Strategis RPJMD, terutama KS60 (Sirkular Ekonomi) dan KS61 (Peningkatan TPS3R/TPST Modern). Strategi ini mencakup pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, optimalisasi bank sampah, pengembangan budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF). Kemudian, pembentukan unit daur ulang berbasis masyarakat, dan penambahan fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang lebih modern.
Fasilitas modern ini, Pemprov arahkan untuk memaksimalkan pemulihan material, mengurangi sampah residu, dan menekan beban TPA.
Ahmadi menyebut, DLHK NTB berupaya memperluas peran bank sampah sebagai simpul utama ekonomi sirkular. Bank sampah tidak hanya menampung dan menimbang sampah, melainkan juga mengedukasi masyarakat mengenai konsep “sampah sebagai bahan baku bernilai ekonomi”.
Targetkan Bank Sampah di Seluruh Kabupaten dan Kota
DLHK menargetkan pertumbuhan bank sampah baru di seluruh kabupaten/kota. Terutama pada wilayah padat penduduk seperti Kota Mataram, Lombok Barat, dan Bima.
Peningkatan fasilitas pengolahan sampah organik melalui teknologi BSF juga menjadi fokus. Teknologi ini efektif mengurangi sampah organik hingga 60 persen, sekaligus menghasilkan pakan ternak berkualitas tinggi. DLHK menilai pengembangan BSF dapat menciptakan rantai nilai baru serta meningkatkan ekonomi masyarakat.
Kegiatan edukasi lingkungan menjadi penguat utama. DLHK turut memperluas kampanye pengurangan sampah melalui sekolah, pesantren, kelompok perempuan, desa wisata, dan komunitas pemuda.
Ahmadi menegaskan, perubahan perilaku adalah fondasi utama keberhasilan.
“Sistem boleh canggih, tetapi jika perilaku tidak berubah, sampah tetap menjadi masalah besar. Edukasi adalah investasi jangka panjang,” ujarnya.
DLHK juga memperkuat kolaborasi lintas sektor dengan Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, dinas perikanan. Juga, pemerintah kabupaten/kota, dan lembaga swasta untuk memaksimalkan pengurangan sampah.
Target pemerintah adalah menurunkan timbulan sampah sebanyak 30 persen pada 2029, sekaligus meningkatkan tingkat daur ulang melalui fasilitas pengolahan skala provinsi dan kabupaten. Ia berharap, upaya tersebut tidak hanya menyelesaikan persoalan sampah, tetapi juga memperkuat ketahanan lingkungan, mendukung pariwisata berkelanjutan, dan menjadikan NTB salah satu daerah percontohan ekonomi sirkular di Indonesia. (*)



