Menakar Pertumbuhan Ekonomi NTB Terendah Ketiga Nasional
Mataram (NTBSatu) – Setelah dua kuartal berturut-turut berada di zona kontraksi, perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya mencatat pertumbuhan positif pada kuartal III 2025. Namun, capaian ini belum cukup kuat untuk mengangkat posisi NTB dari papan bawah nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, NTB masih berada di urutan ketiga terendah pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dengan angka 2,82 persen jauh di bawah rata-rata nasional 5,04 persen.
Hanya lebih baik dari daerah Papua Tengah minus 16,11 persen dan Papua Barat minus 0,13 persen yang mencatatkan kontraksi.
Pengamat Ekonomi Universitas Mataram, Saipul Arni Muhsyaf, Ph.D., menerangkan, meski ekonomi daerah mulai pulih, fondasinya masih rapuh dan bergantung pada sektor-sektor terbatas.
“NTB ini seperti kapal besar yang baru keluar dari badai. Sudah lepas dari kontraksi, tapi kalau arah kemudinya tidak segera disesuaikan, kapal ini bisa kehilangan haluan. Pemulihan ekonomi harus diikuti diversifikasi sektor, agar pertumbuhan tidak hanya ditopang tambang dan energi, tapi juga sektor produktif seperti pertanian dan pariwisata,” terangnya Senin, 10 November 2025.
Indikator pertumbuhan ekonomi mencakup berbagai aspek. Mulai dari Produk Domestik Bruto (PDB), pendapatan per kapita, investasi, inflasi, tingkat pengangguran, perdagangan internasional, hingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Secara nominal, PDB NTB tercatat sebesar Rp90,05 triliun, berkontribusi 2,75 persen terhadap total PDB nasional.
Namun, dari sisi pendapatan per kapita, NTB hanya mencatat sekitar USD 2.000 per tahun (setara Rp32 juta/Rp2,6 per bulan) menjadikannya provinsi dengan pendapatan per kapita keempat terendah di Indonesia, setelah Papua Pegunungan, Maluku, dan NTT.
Sebagai pembanding, DKI Jakarta mencapai USD 21.700 per kapita. “Pendapatan per kapita yang rendah ini menunjukkan struktur ekonomi kita belum inklusif. Sebagian besar nilai tambah ekonomi masih terkonsentrasi di sektor besar seperti pertambangan, belum menyentuh ekonomi rakyat,” ujarnya.
Dorong Diversifikasi Ekonomi
Saipul menekankan, pentingnya peta jalan ekonomi baru bagi NTB. “Momentum pemulihan ini jangan disia-siakan. Pemerintah daerah harus mengarahkan strategi pada diversifikasi ekonomi, hilirisasi pertanian dan tambang, serta peningkatan kualitas SDM,” ujarnya.
Ia menilai, jika koordinasi antara pemerintah daerah, legislatif, dan pelaku usaha berjalan solid, NTB berpeluang mendorong kontribusi PDB ke kisaran 3–4 persen nasional dalam beberapa tahun mendatang.
“Intinya, NTB tidak kekurangan potensi. Yang dibutuhkan adalah arah dan kolaborasi yang jelas. Ketika ekonomi tumbuh seiring dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat, barulah kita bisa menyebutnya kemajuan sejati,” jelasnya.
Pertanian Masih Jadi Penopang Utama
Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan masih menjadi tulang punggung perekonomian NTB dengan kontribusi 22,92 persen terhadap PDRB.
Produksi padi meningkat tajam 37,15 persen, namun tertahan oleh penurunan produksi jagung sebesar 21,35 persen.
Menurut Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin sektor ini memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan ekonomi daerah, meski produktivitasnya masih fluktuatif.
“Pertanian tetap menjadi penyerap tenaga kerja utama di NTB. Tapi tantangannya adalah efisiensi dan nilai tambah yang masih rendah,” ujarnya.
Senada dengan Wahyudin, Saipul menilai, sektor pertanian NTB butuh strategi baru berbasis hilirisasi dan teknologi.
“Kuncinya bukan di volume produksi, tapi nilai tambah. Kalau hasil pertanian diolah di NTB, efek pengganda ekonominya jauh lebih besar. Misalnya, dorong smart farming untuk stabilkan jagung dan tingkatkan produktivitas padi,” jelasnya.



