Jakarta (NTBSatu) – Sebuah rudal Iran dilaporkan menghantam Institut Sains Weizmann, salah satu pusat riset paling bergengsi di Israel dan dunia, Minggu, 15 Juni 2025.
Lokasi serangan berada di kota Rehovot, sekitar 20 kilometer selatan Tel Aviv dan sebagai salah satu target strategis yang sangat sensitif.
Serangan ini menandai eskalasi signifikan dalam konflik antara Iran dan Israel. Khususnya, karena sasarannya adalah fasilitas ilmiah yang juga bagian dari sistem pertahanan negara.
Beberapa pengamat menyebut, pemilihan target tersebut tidak lepas dari dugaan keterlibatan Weizmann dalam pengembangan sistem senjata pada serangan-serangan terhadap fasilitas militer dan ilmuwan Iran dalam beberapa tahun terakhir.
“Institut Weizmann bukan hanya kampus atau laboratorium sains biasa. Ia adalah pilar utama dalam ekosistem pertahanan Israel,” ujar seorang analis keamanan regional yang tak disebutkan namanya, mengutip Euronews, Selasa, 17 Juni 2025.
Profil Institut Sains Weizmann
Institut Sains Weizmann tidak hanya merupakan pusat pendidikan dan riset unggulan dalam bidang matematika, fisika, biologi, kimia, dan ilmu komputer. Tetapi juga, memiliki keterkaitan erat dengan infrastruktur keamanan nasional Israel.
Sebagai informasi, lembaga ini turut memberikan dukungan langsung terhadap pengembangan sistem militer canggih Israel. Termasuk kecerdasan buatan, drone, sistem pelacakan elektronik, komunikasi terenkripsi, hingga riset energi terarah dan aplikasi nuklir.
Berdiri pada 1934 oleh Chaim Weizmann di bawah nama Daniel Seif Research Institute, lembaga ini kemudian berubah namanya pada 1949. Dengan tujuan menghormati pendirinya, yang juga menjadi Presiden pertama Israel.
Institut Sains Weizmann menerima dukungan pendanaan besar dari pemerintah Israel dan berbagai lembaga internasional.
Selain menjadi pusat unggulan untuk riset domestik, lembaga ini juga merupakan tempat kolaborasi ilmiah global. Yang mencakup proyek bersama dengan universitas dan institusi dari Eropa, Amerika Serikat, dan Asia.
Kini, institut tersebut memiliki lebih dari 2.500 peneliti dan staf, puluhan laboratorium canggih, fasilitas kuliah, perumahan, serta perpustakaan ilmiah besar.
Peran akademik tersebut dengan kontribusi signifikan dalam hal pertahanan, termasuk pengembangan kecerdasan buatan untuk analisis data dan panduan tempur.
Kemudian teknologi drone dan sistem otonom, sistem pelacakan elektronik dan pengacau sinyal, sistem navigasi alternatif pengganti GPS. Lalu, komunikasi terenkripsi dalam zona konflik, riset energi terarah dan aplikasi nuklir, serta metode perawatan lapangan untuk tentara yang terluka. (*)