Mataram (NTBSatu) – Taruna Siaga Bencana (Tagana) Provinsi NTB memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-21, dengan melaksanakan apel gabungan yang berlangsung di Lapangan Kantor Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU), Senin, 16 Juni 2025.
HUT kali ini mengusung tema ‘Tagana Berperan Aktif untuk Membangun Kemitraan Strategis dalam Pengurangan Risiko Bencana yang Berkelanjutan’.
Pada kesempatan itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) NTB, Nunung Triningsih selaku inspektur upacara mencapaikan sejumlah capaian Tagana NTB.
Di mana, sejak berdiri pada tahun 2003, Tagana telah membuktikan dedikasinya dalam tangguh menghadapi bencana, tanggap dalam aksi, dan tulus melayani masyarakat.
“Dari gempa bumi, tsunami, banjir, hingga erupsi gunung berapi, Tagana selalu hadir di garis terdepan. Tidak hanya di masa tanggap darurat, tetapi juga dalam pencegahan, mitigasi, dan pemulihan pascabencana,” kata Nunung.
Di usia yang ke-21 ini, telah membuktikan komitmennya, pengorbanan, dan konsistensi Tagana yang rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan nyawa untuk keselamatan bangsa.
Capaian Tagana NTB
Sejumlah capaiannya pun sudah tercapai. Seperti peningkatan kapasitas relawan melalui pelatihan dan sertifikasi internasional.
Kemudian, perluasan jejaring kemitraan dengan BNPB, BPBD, TNI/Polri, lembaga internasional, dan komunitas lokal.
“Terakhir, inovasi program seperti Kampung Siaga Bencana, Sekolah Aman Bencana, dan teknologi early warning system,” ungkapnya.
Usia 21 tahun, kata Nunung, melambangkan kedewasaan. Di usia yang sudah puluhan tahun ini, ia berharap Tagana semakin profesional dalam melaksanakan tugas dan pengabdian dengan standar operasional yang jelas dan berbasis teknologi.
Selanjutnya, Tagana juga harus kolaboratif, artinya harus dapat memperkuat kemitraan dengan semua pihak. Termasuk swasta dan media.
Harus semakin inovatif, artinya Tagana harus dapat mengembangkan solusi kreatif untuk mitigasi bencana berbasis masyarakat.
“Kemudian Tagana harus semakin inspiratif, artinya harus dapat menjadi contoh bagi relawan kebencanaan di tingkat nasional maupun global/mendunia,” terangnya.
Pentingnya memahami Klaster Perlindungan dan Pengungsian merupakan tantangan ke depan bagi Tagana. Untuk selalu dapat mendedikasikan dirinya, dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab yang tidak mudah.
“Bencana tidak hanya merenggut korban jiwa dan harta benda, tetapi juga bisa mengakibatkan pengungsian massal yang membutuhkan penanganan serius,” ungkapnya.
Tantangan Penanganan Pengungsian di NTB
Dalam praktiknya, penanganan pengungsian masih menghadapi berbagai tantangan di NTB, seperti keterbatasan lokasi pengungsian yang memadai dan bebas dari risiko lanjutan.
Kemudian, kerentanan kekerasan dan eksploitasi di lokasi pengungsian, terutama terhadap perempuan dan anak. Serta, koordinasi antar lembaga yang perlu diperkuat untuk menghindari tumpang tindih atau celah pelayanan.
Sebagai bagian dari Taruna Siaga Bencana, jelas Nunung, Tahana harus dapat berkomitmen memastikan pengelolaan lokasi pengungsian berbasis standar dan hak asasi manusia.
Tagana juga harus bersinergi dengan klaster lain seperti logistik, kesehatan, dan psikososial
untuk layanan terpadu. Serta, melibatkan masyarakat lokal dalam pengawasan dan dukungan psikologis bagi pengungsi.
“Termasuk memperkuat sistem pendataan untuk menghindari marginalisasi kelompok rentan,” bebernya.
Nunung menegaskan, bencana adalah ujian bagi solidaritas. Melalui Klaster Perlindungan
dan Pengungsian, Nunung mengajak kepada semua untuk memastikan bahwa setiap pengungsi mendapat perlindungan yang bermartabat, aman, dan berkelanjutan.
Karena itu, Nunung mengajak semua pihak pemerintah, NGO, sektor swasta, akademisi, dan komunitas untuk bersama-sama meningkatkan kapasitas relawan dalam manajemen pengungsian
dan proteksi.
Kemudian, mengembangkan desain hunian darurat yang lebih manusiawi dan ramah lingkungan. “Serta, memperkuat early warning system untuk mengurangi dampak pengungsian massal,” pungkas Nunung. (*)