
Mataram (NTBSatu) – Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nicolas D. Kanter, menjawab tudingan yang menyebutkan perusahaannya terlibat dalam skandal korupsi senilai Rp5,9 kuadriliun. Kontroversi ini bermula dari unggahan viral di TikTok yang mengaitkan Antam dengan dugaan pemalsuan 109 ton emas.
Nicolas langsung menegaskan bahwa setiap produk emas Antam memiliki sertifikasi London Bullion Market Association (LBMA). Sebuah lembaga internasional yang memastikan kualitas dan kredibilitas emas di pasar global.
“Tidak ada peluang bagi Antam memproduksi emas palsu,” ujar Nicolas dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis, 13 Maret 2025.
Selain membantah tuduhan emas palsu, Nicolas juga menyoroti klaim mengenai kerugian negara sebesar Rp5,9 kuadriliun. Ia memastikan, angka tersebut muncul tanpa dasar yang jelas dan Kejaksaan Agung sudah mengklarifikasi informasi tersebut.
“Beberapa media bahkan menyebutkan kerugian Antam melebihi Pertamina. Kapuspen secara resmi menyatakan bahwa angka itu tidak benar,” tegasnya.
Dalang di Balik Dugaan Korupsi 109 Ton Emas
Kejaksaan Agung menelusuri praktik pemalsuan merek emas yang terjadi antara tahun 2010 hingga 2021. Enam mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UB-PPLM) Antam sudah masuk dalam daftar tersangka. Mereka berperan dalam pencetakan serta peredaran 109 ton emas dengan label Antam tanpa izin resmi.
Para tersangka memanfaatkan fasilitas PT Antam untuk memproduksi emas yang sebenarnya berasal dari pihak swasta. Mereka juga mengabaikan prosedur resmi yang mewajibkan adanya kontrak serta pembayaran lisensi untuk penggunaan merek Antam.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi menjelaskan, para tersangka sengaja mencetak emas dengan logo Antam untuk kepentingan pribadi tanpa mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Media Sosial Membakar Polemik
Perbincangan tentang dugaan korupsi ini terus bergulir di TikTok. Sejumlah pengguna media sosial mempertanyakan validitas klaim yang menyebutkan kerugian negara mencapai Rp5,9 kuadriliun.
Sebagian besar netizen bahkan berspekulasi tentang kemungkinan adanya skandal yang lebih besar.
“Pantes aja Indonesia gak maju-maju, ulah tikus berdasi begini,” tulis @saturnus.
“Jangan-jangan ada skandal yang lebih besar lagi,” sahut netizen lainnya.
NTBSatu menelusuri asal-usul angka Rp5,9 kuadriliun dan menemukan bahwa media Warna Nusa pertama kali mempublikasikan informasi tersebut. Namun, unggahan tersebut sudah menghilang sejak 9 Maret 2025.
Kemudian tidak ada satu pun lembaga audit resmi yang memverifikasi klaim kerugian negara Rp5,9 kuadriliun. Pernyataan dari Antam dan Kejaksaan Agung membantah tuduhan tersebut. (*)