Mataram (NTBSatu) – Pengamat politik, Dr. Alfisahrin menyoroti beredarnya surat kaleng berisi dugaan korupsi DPRD NTB.
Secara etik, kata Alfisahrin, beredarnya surat tentang dugaan korupsi yang melibatkan Ketua DPRD, Sekretaris Dewan, Kabag Keuangan, Kabag Umum, dan Bendahara ini, mencoreng kredibilitas anggota dan institusi sekaligus.
βMenurut saya, jika surat itu benar, sangat memalukan mencoreng kredibilitas anggota dan institusi,β tegas Alfisahrin kepada NTBSatu, Rabu, 5 Maret 2025.
Menurut Akademisi Politeknik Medica Farma Husada (MFH) ini, beredarnya surat kaleng itu harus dilihat dalam dua perspektif, yakni politik dan hukum.
Secara politik, ujar Alfisahrin, ada upaya sistemik untuk merusak reputasi politik dan integritas para anggota juga lembaga yang ditengarai menjadi pelaku terduga korupsi.
βNamanya surat kaleng bisa saja informasinya atas dasar opini dan fitnah. Apalagi di lembaga parlemen seperti DPRD NTB, konflik kepentingan antar anggota dan partai politik sangat tinggi,β jelasnya.
βSehingga bisa saja untuk menciptakan mosi tidak percaya publik, surat kaleng pun menjadi alat propaganda,β tambahnya.
Dosen Fisip Universitas 45 Mataram ini menilai, andai surat tersebut benar, akan semakin menguatkan dugaan publik selama ini. Bahwa parlemen memang menjadi sarang korupsi, transaksi, dan akomodasi kepentingan baik individu, kelompok, maupun partai.
βApalagi sejauh ini berdasarkan hasil survei Global Corruption Barometer, sejak tahun 2022 parlemen adalah lembaga paling korup,β terang Alfisahrin.
Minta APH Usut Tuntas
Kemudian, dari perspektif hukum, lanjutnya, persoalan surat kaleng yang beredar, harus dilakukan penyelidikan serius oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
βSurat kaleng atau bukan tetap dapat menjadi bukti petunjuk APH dalam mengungkap bukti dari praktik mafia dan korupsi di DPRD,β jelasnya.
βAtau bisa saja surat kaleng ini informasinya bersumber dari orang dalam DPRD, yang tau seluk beluk praktik culas oknum anggota,β tambahnya.
Oleh karena itu, supaya tidak menjadi bola liar, Dr. Alfisahrin mendorong agar APH mengusut tuntas dari mana surat kaleng tersebut bersumber.
βKarena secara teori rata-rata kasus korupsi terungkap melaui informasi orang dalam yang tidak puas atau tidak dapat akses terhadap proyek,β bebernya.
Menurut Wakil Direktur IV Politeknik MFH ini, keberadaan surat kaleng ini tidak bisa dipandang sepele apalagi hanya dinilai sebagai rumor.
Ia menyarankan, APH agar bekerja keras mengungkap motif dan substansi informasi dari penyebaran surat kaleng. Karena praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) di parlemen Indonesia telah menjadi budaya birokrasi yang berurat akar dan mendarah daging.
βKita tidak boleh terlalu buru-buru juga berspekulasi bahwa informasi dugaan korupsi sembilan oknum anggota DPRD sebagai informasi receh. Saya ingin APH menyelidiki dulu kebenaran informasi dalam surat kaleng itu,β katanya.
Menyoal tentang valid atau tidaknya informasi dalam surat tersebut, ia menyerahkan sepenuhnya kepada APH. Katanya, APH memiliki sejumlah instrumen dan kompetensi untuk melakukan uji validitas, melalui serangkaian proses verifikasi dan falsifikasi.
βAparat negara tidak boleh gagal menangkap pesan semiotik dan moral dari surat kaleng tersebut. Bisa jadi ada orang jujur yang jengah dan jenuh lalu berani memberi informasi terhadap buruknya kualitas transparansi dan akuntabilitas pengelolaan birokrasi di Parlemen NTB,β pungkasnya.