Hukrim

Pertanyakan Pihak yang Bertanggung Jawab Kasus Dugaan Korupsi NCC, Guru Besar Unram: Mantan Sekda atau Eks Gubernur NTB?

Jakarta (NTBSatu) – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Mataram (Unram), Prof. Dr. Zainal Asikin, S.H., SU, memberi komentar terkait kasus dugaan korupsi NTB Convention Center (NCC) yang saat ini ramai jadi perbincangan.

Pasalnya, dalam kasus tersebut, Kejaksaan Tinggi NTB (Kejati NTB) menetapkan nama mantan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Ir. Rosiady Husaenie Sayuti, M.Sc, P.hD, sebagai tersangka, Kamis, 13 Februari 2025.

Pada hari yang sama, Kejati NTB juga telah melakukan pemeriksaan terhadap mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Menurut Prof. Asikin, persoalan dasar dari kasus ini adalah adanya perjanjian Bangun Serah Guna (BSG) antara Pemerintah Daerah (Pemda) NTB dengan PT. Lombok Plaza.

Ia menyebut, dalam perjanjian tersebut, Pemda merupakan pihak yang memiliki lahan. Sedangkan, PT. Lombok Plaza adalah pihak yang mendirikan bangunan dan membayar berbagai kewajiban.

IKLAN

“Jika PT tidak menyerahkan royalti apakah bisa dipidana? Bukankah itu tindakan wanprestasi yang hanya bisa digugat dalam ranah perdata?,” ujar Pakar Hukum Bidang Bisnis ini kepada NTBSatu, Jum’at 14 Februari 2025.

“Atau jika PT tidak menyerahkan bangunan ruilslag sesuai dengan yang dijanjikan apakah bisa dipidana? Atau Pemda menggugat aja di ranah perdata menuntut kekurangan nilai bangunan senilai Rp15 miliar?,” tanyanya menambahkan.

Prof. Asikin kembali menegaskan, dalam perjanjian BSG, ada hak dan kewajiban yang penuntutannya hanya bisa di ranah hukum perdata.

Di samping itu, ia juga mempertanyakan siapa pihak yang seharusnya akan mempertanggungjawabkan dalam kasus dugaan korupsi NCC ini.

“Jika ada unsur pidana dalam kasus ini, siapa yang harus mempertanggungjawabkan?
Apakah mantan Sekda selaku pemegang delegasi atau mantan Gubernur sebagai pemberi delegasi untuk tanda tangan serah terima bangunan?,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan, dalam hukum administrasi negara, pemberi delegasi tetap bertanggung jawab. “Itu bedanya dengan mandat bahwa pemegang mandat bertanggung jawab,” pungkas Prof. Asikin.

Sarankan Kejaksaan Tempuh “Restorative justice”

Tak hanya itu, Prof. Asikin juga menyarankan Kejati NTB untuk lakukan restorative justice atau penyelesaian masalah tanpa melewati proses peradilan atau penyelesaiannya secara internal. Ia menjelaskan, tidak ada kerugian negara yang Rosiady timbulkan selaku mantan Sekda NTB atas kasus ini.

“Tidak pula ada gratifikasi. Malahan Pemda dapat gedung bagus, senilai Rp14 miliar,” bebernya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button