Mataram (NTBSatu) – Sebagai kampus yang berusia remaja, 17 tahun, STKIP Taman Siswa (Tamsis) Bima terus mengembangkan kapasitas dosen. Kali ini mereka menggelar kolokium pengembangan kapasitas dan karir.
Ketua STKIP Taman Siswa Bima, Dr. Ibnu Khaldun Sudirman, M.Si., mengatakan bahwa pihaknya tengah menyukseskan misi membangun Prodi yang sehat dan unggul. Gerakan tersebut berdasarkan kondisi kampus yang banyak dihuni oleh dosen pemuda.
“Sebagai kampus yang relatif remaja (17 tahun, red), kita harus memiliki rasa ingin tahu. Dan juga selalu berinisitif mencari bekal. Seperti mengikuti kegiatan pengembangan diri untuk dosen yang sedang kita ikuti hari ini,” ungkapnya saat memberikan sambutan via aplikasi zoom, Jumat, 10 Januari 2024.
Kali kedua pertemuan Daring dengan Prof. Suyatno tersebut, ia berharap para dosen Tamsis mampu menjadi mujahid ilmu. Di seri pertama, ujarnya, sudah banyak mendapatkan banyak hal untuk arah pengembangan Prodi unggul.
“Saya pikir, kita belum merasa puas. Sehingga di momen kedua harus banyak bertanya dan berdiskusi. Sehingga banyak yang didapatkan,” ucap Aji Ibnu, sapaanya.
Menutup sambutannya, Aji Ibnu menginformasikan bahwa Tamsis selama lima tahun terakhir sudah 15 dosen menyelesaikan program doktor. “Setelah UAS, ketua akan memberikan pidato arah kebijakan dan target capaian 2025. Dosen diharapkan tidak berada posisi nyaman. Tidak hanya fokus ke kegiatan pembelajaran,” tekannya.
Prof. Suyatno: Harus Menggeser Mindset dari Dosen Baik Menjadi Dosen Hebat
Sebagai salah satu guru besar Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Prof. Dr. Suyatno, M.Pd.I., sukses “menggoda” peserta. Tidak hanya memberikan informasi akademik terkait pengembangan diri dosen. Tetapi juga membuat memberikan motivasi untuk mengubah mindset.
Prof. Suyatno memulai dengan memberikan pandangan bahwa, “bagus itu musuhnya hebat”. Baginya, merujuk ke buku Good to Great karya Jim Collins, kondisi seseorang yang terlalu terfokus pada keadaan yang bagus akan menjadikan jebakan pada rasa nyaman. Sehingga, enggan bergerak ke titik-titik cepaian yang lebih tinggi.
“Mengapa tidak banyak lembaga hebat, karena sudah terlalu puas dengan menjadi lembaga yang bagus. Mengapa tidak banyak ilmuwan hebat, karena sudah terlalu puasdengan menjadi ilmuwan yang bagus. Mengapa tidak banyak kampus yang hebat, karena sudah terlalu puas menjadi kampus yang bagus. Mengapa tidak banyak dosen yang hebat, karena sudah terlalu puas dengan menjadi dosen yang bagus. Bagus adalah musuhnya hebat, jika ingin jadi dosen yang hebat. Jangan cepat puas menjadi dosen yang sekedar bagus,” bebernya.
Kondisi dosen hebat, dipecahkanya tiga bagian; soleh individual, soleh sosial, dan soleh institusional. Soleh individual dipandangnya sebagai capaian personal seorang dosen dalam meniti karirnya. “Soleh individual antara lain memuat, integritas akademik, kualifikasi akademik, jabatan fungsional, sertifikat pendidik, kompotensi mengajar, penelitian, publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Dari semua hal tersebut, integritas harus menjadi hal yang utama,” paparnya.
Sedangkan soleh sosial, sambungnya, merupakan dampak yang dimunculkan pada lingkungan sosial. Ilmu dan capaian individual harus mampu memberikan pengaruh ke arah yang lebih baik kepada masyarakat. Baik konstruksi berpikir maupun produk yang hasilkan.
“Bagaimana penelitiannya berdampak pada kehidupan masyarakat. Pengabdiannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Dan, kepakarannya dibutuhkan masyarakat. Misalnya, sering diundang mengisi pengajian, penyuluhan masyarakat, jadi ketua RT/RW, takmir masjid, atau kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya,” terangnya.
Hal terakhir yang paparkannya adalah soleh institusional. Menurutnya, individu yang mampu bertahan dan loyal pada tempat kerjanya adalah bentuk kesolehan institusional. “Harus bisa membentuk teamwork, loyalitas, professional yang bahkan di atas professional, komitmen organisasi, dan dedikasi terhadap pekerjaan. Hal ini harus bersama-sama kita tanamkan agar bisa membangun kesuksesan secara bersama sama,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kegiatan yang berlangsung 2 jam itu dihadiri oleh 50 peserta dari lingkup Prodi PGSD STKIP Taman Siswa Bima. Hajatan tersebut digelar untuk sebagai upaya untuk mendapatkan semangat baru di awal tahun 2025. (*)