Mataram (NTBSatu) – Kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB sampai ke telinga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah membuka peluang melakukan supervisi.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria mengaku, pihaknya siap melakukan supervisi pada kasus yang menyeret sejumlah nama pejabat daerah tersebut.
“Ya kalau supervisi, kami di Satgas Korsup tetap supervisi dengan cara apapun,” katanya menjawab pertanyaan NTBSatu, Kamis, 9 Januari 2024.
Selanjutnya, Dian menyentil pemanfaatan DAK di NTB. Menurutnya, dana alokasi khusus merupakan bantuan dari pusat untuk daerah. Pemda seharunya memanfaatkan dengan maksimal anggaran terbatas tersebut.
Pemanfaatan anggaran pun harus sesuai peruntukannya, seperti membangun sekolah, jalan dan lainnya.
“Jangan sampai anggran terbatas ini dikorupsi pula. Itu celakanya berapa kali,” tegas Dian mengingatkan.
Karenanya, KPK mendukung langkah kepolisian maupun kejaksaan dalam mengusut masalah DAK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB.
“Kami mendukung atensi APH terhadap korupsi atau penyelewengan dana pusat,” ungkapnya.
Riwayat Kasus
Sebagai informasi, kasus DAK Dikbud NTB terus bergulir di Unit Tipikor Satreskrim Polresta Mataram. Hal itu setelah polisi melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 11 Desember 2024 terhadap Kabid SMK, Ahmad Muslim. Ia kini menjadi tersangka dugaan pungli salah satu proyek di SMK wilayah Mataram.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB juga turut mengusut kasus ini. Informasi di lapangan, sejumlah kontraktor pengerjaan proyek DAK menyerahkan sejumlah uang kepada LS. Dugaannya, LS juga ada menyetor ke oknum pejabat NTB.
Belum selesai kasus DAK. Kejati NTB kembali mendapatkan laporan dari masyarakat terkait dugaan penipuan atau penggelapan pada Rabu, 8 Januari 2024. Lagi-lagi, menyeret nama oknum pejabat daerah.
Pelapor, Ni Kadek Sri Dewi Danayanti mengaku, LS menghubunginya pada 21 Agustus 2024 lalu. Kemudian, PPK itu memintanya mencarikan uang sebesar Rp500 juta untuk membeli partai politik. Kepentingan calon gubernur salah satu petinggi Pemprov NTB.
Dari permintaan terlapor, Sri Dewi menyanggupinya Rp100 juta pada 24 Agustus 2024. Ia mengirim uang tersebut ke rekening PT. TMK melalui Bank Mandiri. Pelapor mengaku, uang itu milik rekannya.
Saat itu, LS menjanjikan pekerjaan DAK Fisik di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB. Namun LS tidak memberikan pekerjaan itu. LS memberikannya kepada orang lain. (*)