HEADLINE NEWSHukrim

KPK Ungkap Potensi Korupsi di Balik Kendornya Izin Tambak di NTB

Mataram (NTBSatu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyoroti perizinan lingkungan sejumlah tambak di NTB. Dari ratusan tambak, hanya sekitar 10 persen mengantongi izin. Persoalan ini berpotensi ke ranah tipikor.

Hal itu diungkapkan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria usai rapat koordinasi tata kelola pertambakan bersama sejumlah pejabat di Gedung Graha Bhakti Praja, Kamis, 9 Januari 2025.

Ia menyebut, NTB merupakan daerah dengan kondisi udang terbesar di Indonesia. Kemudian memiliki latar belakang sebagai kawasan pariwisata. Menurutnya, mesti ada keseimbangan antara pemanfaatan ruang darat dan laut.

“Jangan mematikan yang lain. Kita butuh ketahanan pangan, energi. Tapi jangan sampai mengabaikan lingkungan dan masyarakat. Kalau sudah rusak bagaimana bisa memudahkan yang lain,” tegasnya

Dalam pertemuan tersebut, Dian menemukan fakta menarik. Data yang disampaikan sejumlah instansi tak ada yang seragam.

Data terakhir Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB, sebanyak 265 izin tambak. Sementara Dinas Kelautan dan Perikanan, sebanyak 197. Sedangkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB menyebut, yang memiliki izin lingkungan hanya 33 tambak.

Padahal seharusnya, kata Dian, jumlah izin lingkungan harus sesuai dengan jumlah tambak. Namun faktanya, izin tak sampai angka 10 persen. Ini yang menyebabkan perosalan tambak di NTB begitu banyak. Penyebabnya, bisa terkait jual-beli izin atau lemahnya pengawasan.

“Izin tambak ada, izin lingkungan tidak ada,” tegasnya.

Pemprov Diminta Serahkan Data

Pihaknya pun meminta Pemprov NTB segera menyerahkan data lengkap dan terbaru. KPK memberikan waktu satu bulan, mulai dari hari ini.

“Izin tambak siapa, pengusahanya siapa. Alamatnya, koordinatnya. Kepatuhannya pembayaran pajak. Izin lingkungan ada atau tidak,” ucapnya.

Dian menduga, sebagian besar tambak tak mengantongi izin lingkungan. Bayangkan, dari ratusan izin tambak, hanya sedikit yang memiliki izin lingkungan. “Ada masalah,” tegasnya kembali.

Dari persoalan ini, lembaga antirasuah menilai ada sebuah pembiaran. Dian pun menilai, perosoalan ini berpotensi menimbulkan kerugian negara jika berkaca pada kasus timah di Jakarta dengan kerugian ratusan triliunan. Ada juga kemungkinan bergulir ke ranah tindak pidana korupsi (Tipikor).

“Kalau tipikor, ada kerugian negara, ada aliran ke pejabat atau tidak. Apakah dalam anomali, ada pembiaran yang mungkin ada yang menikmati,” pungkasnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button