Mataram (NTBSatu) – Pemerintah pusat telah menggelontorkan dana alokasi khusus (DAK) fisik kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB. Nominalnya sebesar Rp99 miliar, dengan rincian untuk SMA Rp76 miliar, dan SLB Rp6,1 miliar.
Sayangnya, menjelang akhir tahun, realisasi fisik dari proyek tersebut anjlok, dan mendapatkan rapor merah karena masih di bawah 50 persen. Padahal, realisasi penggunaan dana DAK tahap II secara keseluruhan minimal harus mencapai 90 persen.
Di tengah pengerjaan proyek yang masih jauh dari target, kabar kasus dugaan korupsi terkait DAK ini pun menyeruak.
Polresta Mataram menetapkan Kabid SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, AM sebagai tersangka pungli setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT). Ia melakukan pungli proyek DAK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB 2024 untuk proyek fisik SMK 3 Mataram.
Merespons hal ini, Kepala Bagian Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil DJPb Provinsi NTB, Maryono menyebut, lambatnya realisasi DAK fisik di NTB dapat memengaruhi penilaian ketiga kementerian terhadap usulan DAK pada tahun mendatang.
Sebab, proses pengajuan DAK fisik harus menggunakan aplikasi KRISNA yang melibatkan sejumlah kementerian. Yakni Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Dengan lambatnya realisasi ini mungkin berpengaruh (alokasi DAK fisik) juga, karena itu kewenangan dari tiga kementerian untuk menilai,” ungkapnya.
Berisiko pada Penilaian Kinerja Pengelolaan Anggaran
Menurut Maryono, keterlambatan dalam pencairan DAK tahap III tidak hanya berisiko pada capaian pembangunan. Tetapi juga pada penilaian kinerja pengelolaan anggaran di tingkat daerah.
Adpaun perihal rencana penyelesaian proyek hingga akhir tahun perlu diverifikasi melalui Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Serta, diunggah ke aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (OM SPAN).
“Batas akhir pelaporan hari ini, hingga pukul 5 sore ini. Jika dokumen lengkap, dana akan kami salurkan. Terkait kasus yang terjadi di lapangan itu merupakan kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,” ujar Maryono.
Kendati demikian, sebagai penyalur dana, pihaknya menanti-wanti bahwasannya progres pembangunan fisik tersebut turut memengaruhi proses pencairan dana.
Jika pekerjaan tidak rampung, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB tidak dapat mengajukan pencairan ke BKAD. Hal ini berdampak pada penilaian DJPb terhadap SP2D di OM SPAN.
“Kalau pekerjaan belum selesai, otomatis tidak bisa mencairkan dana ke BPKAD. SP2D harus diunggah di OM SPAN untuk direview kesesuaiannya,” pungkas Maryono. (*)