HIBURAN

Overact Theatre Gelar “Overact Fest IV 2024” dengan Dramaturgi “B Teater”

Mataram (NTBSatu) – Overact Theatre telah menggelar Overact Fest IV 2024 pada 16-21 November 2024 lalu. Festival itu memuat tiga sesi diskusi pra-pertunjukan dan tiga sesi pertunjukan.

Direktur Program Overact Fest IV 2024, Bagus Prasetyo mengatakan, festival ini menampilkan pertunjukan monolog dengan mengalih ubah ruang-ruang di luar arus utama. Selain itu, Overact Fest IV 2024 turut mengajak sejumlah komunitas kolektif, unit kegiatan mahasiswa, ekstrakulikuler sekolah, dan pihak-pihak lain untuk berkolaborasi.

“Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah bersedia membantu penyelenggaraan Overact Fest IV 2024. Kami harap, Overact Theatre dapat terus melangsungkan Overact Fest pada tahun-tahun yang akan datang,” ungkap Bagus kepada NTBSatu, Selasa, 3 Desember 2024.

Dalam penyelenggaraannya, Overact Fest IV 2024 mengusung dramaturgi B Teater. Bagus menjelaskan, dramaturgi B Teater muncul setelah melakukan pengamatan kolektif atas kondisi teater di Kota Mataram. Hanya saja, ide itu kemudian mulai dikonkretkan setelah Bagus berdiskusi dengan sastrawan sekaligus dramaturg Overact Fest IV 2024, Kiki Sulistyo.

“Sebenarnya, penggunaan dramaturgi B Teater muncul sudah sejak lama. Namun, baru mulai konkret setelah Overact Theatre berdiskusi yang intens dengan Kiki Sulistyo,” tandas Bagus.

Dramaturgi “B Teater” dan Motif Kemunculannya

Sementara itu, Kiki Sulistyo telah menulis catatan atas penggunaan dramaturgi B Teater dalam Overact Fest IV 2024. Dalam catatannya, Kiki Sulistyo mengatakan, ada yang menggoda dari istilah B Movie. Pertama-tama, mungkin sebuah olok-olok untuk suatu keterbatasan. Namun, B Movie bisa juga mengandung pernyataan kelas.

“Ketika olok-olok itu tak menahan produksi, pernyataan kelas mengantar B Movie menjadi suatu bentuk ekspresi, dan bahkan bentuk estetika. Dari sana tampaklah sebuah upaya yang maknanya bisa mendasar, bahwa produksi seni bukan merupakan tantangan atas kondisi finansial, melainkan tantangan bagi daya kreatif,” tulis Kiki dalam catatannya.

Menurut Kiki, seni dapat, atau mungkin mestinya, diproduksi dengan biaya serendah mungkin; dengan menggunakan dan memanfaatkan apa-apa yang tersedia, yang dapat diraih sejangkauan tangan dan hasilnya adalah perkara lain. Sebab, ada yang selalu goyah menyangkut nilai estetika. Intensitas atau kontinuitas dapat turut menentukan tempat suatu ekspresi seni di tengah-tengah bentuk ekspresi seni lain yang sudah mapan sebelumnya.

Lebih lanjut, Kiki menjelaskan, meminjam B Movie untuk bidang teater, dan menjadikannya landasan dramaturgi bagi serangkaian pertunjukan ialah meminjam semangat untuk meningkatkan intensitas. Modal finansial, pengetahuan, dan pengalaman yang terbatas untuk mengejar sistem kerja yang biasa dilakukan kelompok-kelompok teater profesional ialah tindakan naif yang cenderung melahirkan apologi agar sekadar terhindar dari sebutan amatir.

“Meski masih terus bergumul dengan tradisi proses yang selama ini membentuk pertumbuhan teater di Mataram, secara organik Overact mengarah ke suatu titik yang agak jelas. Suatu titik yang sementara ini boleh disebut sebagai B Teater,” terang Kiki.

Berangkat dari B Movie tadi, B Teater merupakan suatu upaya untuk mendayagunakan amatirisme. Bukan dengan berupaya membuatnya menjadi profesional; hal yang lebih membutuhkan situasi-situasi eksternal untuk pertumbuhannya, melainkan dengan menyadari situasi amatirisme tersebut dan meletakkannya sebagai picu bagi daya kreatif.

Kiki menyebutkan, dalam situasi seperti itu setiap individu yang terlibat dalam proses dapat berproses sebagai individu. Ia tidak di-order oleh struktur profesional, yang biasanya beroperasi dalam model kerja di mana pertukaran dimungkinkan oleh finansial. Setiap individu dalam “B-Teater” adalah individu yang tumbuh melalui jaringan yang setara.

Aktor, sutradara, direktur artistik, pemusik, ialah unsur-unsur hidup yang sesuai dengan spesiesnya tapi berada bersama-sama dalam suatu wilayah yang tak membutuhkan tukang atur untuk membuatnya sesuai dengan estetika atau ukuran keindahan tertentu. Tentu, pendekatan ini bisa problematis sebab situasinya akan sulit dibedakan antara ketidakmampuan atau memang pilihan.

“Namun, keduanya barangkali tak perlu dibedakan. Ketidakmampuan sebagai pilihan ialah peluang bagi B Teater untuk menjadi estetika tersendiri. Soal pengakuan terhadapnya tiada perlu dirisaukan. Daya kreatif yang hidup dari amatirisme lebih diperlukan ketimbang daya kreatif yang tak bisa hidup di luar profesionalisme,” pungkas Kiki. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button