Mataram (NTBSatu) – Bawaslu NTB mencatat, terdapat ribuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di NTB pada Pemilihan Serentak 2024, masuk kategori rawan.
Komisioner Bawaslu NTB, Hasan Basri menjelaskan, ribuan TPS yang masuk dalam kategori rawan tersebut tersebar di 10 kabupaten/kota se-NTB. pemetaan kerawanannya berdasarkan delapan variabel dan 25 indikator.
“Data diambil dari sedikitnya 1.166 kelurahan/desa di 117 Kecamatan, dan 10 Kabupaten/Kota yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama enam hari pada 10-15 November 2024,” jelas Hasan, Jumat, 22 November 2024.
Adapun delapan variabel menjadi patokan pemetaan kerawanan TPS tersebut, pertama penggunaan hak pilih. Seperti, DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK. Kemudian, penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdatra di DPT, Riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan/atau Riwayat PSU/PSSU.
Kedua, keamanan, seperti riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan
pemungutan suara. Ketiga, politik uang, dan keempat, politsasi SARA.
“Kelima, netralitas penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa,” ujarnya.
Kemudian, logistik seperti riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan. Lalu, lokasi TPS sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus.
”Terakhir, jaringan listrik dan internet,” bebernya.
Pemetaan TPS rawan ini, lanjut Hasan, menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, Pasangan Calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau Pemilihan, media dan seluruh masyarakat. Hal ini untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilihan yang demokratis.
Strategi Pencegahan
Terhadap data TPS rawan tersebut, Bawaslu NTB melakukan strategi pencegahan, di antaranya melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait.
Kemudian, melakukan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau Pemilu Pemilihan, pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif. Serta, menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa masyarakat akses secara offline maupun online.
“Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilihan di TPS. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan. Serta, akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” ungkap Hasan.
Tak hanya itu, Bawaslu juga meminta kepada KPU untuk menginstruksikan jajaran PPS dan KPPS melakukan antisipasi kerawanan.
Kemudian, berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya. Tujuannya, melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS.
Baik itu gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.
“Kami juga meminta agar pelaksana Pilkada mendistribusikan logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat (jumlah, sasaran, kualitas, waktu),” bebernya. (*)