Sengkarut Persoalan Tambang Emas Ilegal Sekotong, KPK Temukan Indikasi Pembiaran oleh Pemegang IUP - NTBSatu
HEADLINE NEWSHukrim

Sengkarut Persoalan Tambang Emas Ilegal Sekotong, KPK Temukan Indikasi Pembiaran oleh Pemegang IUP

Mataram (NTBSatu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya indikasi main mata, antara operator tambang emas ilegal dengan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lokasi pertambangan Sekotong, Lombok Barat. Dalam hal ini pemilik IUP itu adalah PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB).

Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Satgas Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria menyebutkan, dugaan itu berangkat dari pihak ILBB dinilai melakukan pembiaran terhadap area tambangnya tersebut.

Akibatnya, lahan konsesinya dipergunakan untuk tambang emas ilegal.

Terhadap keberadaan pelaku tambang emas ilegal ini, kata Dian, pihak PT ILBB baru melaporkannya ke Dirjen Minerba Kementrian ESDM, Agustus 2024 lalu.

Sementara informasi yang pihaknya dapatkan, PT ILBB belum pernah melayangkan laporan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).

“Kok bisa ada ada pembiaran terlalu lama, dan kok mereka senang seperti tidak ada masalah gitu. Ada orang merampok lokasi izinnya. Mestinya lapor ke APH dong, kalau kemalingan masa diam. Berarti mungkin malingnya teman kita,” jelas Dian, Jumat, 4 Oktober 2024.

Adanya pembiaran ini, lanjut Dian, menjadi potensi besarnya kerugian negara. Apalagi tambang-tambang ilegal tersebut tidak membayar pajak, royalti, iuran tetap dan lainnya.

“Nggak ada royalti, iuran tetap, pajak nggak ada. Masuk ke siapa itu,” tanya Dian.

Kantongi Identitas Pekerja Tambang Ilegal

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB sudah mengantongi identitas hingga tempat tinggal tujuh Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di tambang ilegal Sekotong, Lombok Barat.

Pelaksana Tugas Harian (Plh) Kepala DLHK NTB, Mursal mengatakan, adapun tujuh WNA tersebut berasal dari China dan China Taiwan. Di antara mereka, satu orang merupakan perempuan.

“Saya punya data orang ini, sebenarnya jumlahnya delapan orang. Tapi, satu orangnya merupakan WNI, tujuh lainnya WNA,” kata Mursal, Jumat, 4 Oktober 2024.

Delapan pekerja tambang ilegal ini, lanjut Mursal, berdomisili di Lembar Selatan. Namun, setelah kejadian pembakaran beberapa waktu lalu, mereka langsung berpindah tempat.

“Yang jelas mereka tidak ada di Sekotong lagi, tapi dulu menetapnya itu di lembar selatan, mereka ada semacam mess di sana,” terang Mursal.

Berdasarkan perhitungan pihak DLHK NTB, terdapat 25 titik lokasi tambang ilegal yang berada di Sekotong, totalnya luasnya mencapai 98,19 hektar.

Tambang ilegal itu diperkirakan menghasilkan omzet hingga Rp90 miliar per bulan atau sekitar Rp1,08 triliun per tahun. Angka ini berasal dari tiga stockpile (tempat penyimpanan) di satu titik tambang emas wilayah Sekotong.

Lokasi tambang tersebut tersebar di tiga desa, yaitu Desa Buwun Mas, Desa Pelangan, dan Desa Persiapan Blongas.

“Yang paling dominan itu adalah di Desa Buwun Mas. Dari tiga lokasi itu merupakan kawasan hutan produktif terbatas semua,” pungkas Mursal. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button