Mataram (NTBSatu) – Aksi massa mengawal putusan Mahkamah Konstitusi atau MK mengenai Pilkada di Kantor DPRD Provinsi NTB berlangsung hingga sore hari, Jumat, 23 Agustus 2024. Ketua DPRD Provinsi NTB, Baiq Isvie Rupaeda menolak ajakan dialog dari massa aksi demonstrasi.
Isvie sempat menemui massa aksi sekitar pukul 17.50 Wita. Saat itu, Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi) NTB, Irwan Julkarnain yang tergabung dalam aliansi Cipayung Plus, meminta berdialog sekaligus membacakan tuntutan di dalam ruangan.
Namun, Isvie menolaknya. Alasannya, karena mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku kalau penyampaian aspirasi harus di luar ruangan. Serta, karena jam kerja sudah berakhir menunjukkan pukul 18.00 Wita.
“Ini sudah aturannya, jadi kami tidak bisa melakukan demikian. Karena memang itu prosedurnya,” kata Isvie.
Perwakilan massa aksi dari HMI sempat melakukan negosiasi dengan Bendahara DPD Golkar NTB itu. Namun, ia tak meresponsnya dan memilih meninggalkan massa aksi.
Tak berselang lama setelah beranjaknya Isvie dari tempat menemui massa aksi, pihak kepolisian langsung bersiap-siap. Mereka langsung ambil bagian untuk memukul mundur ribuan massa aksi yang tergabung dari beberapa aliansi tersebut.
Tepat pukul 18.08 Wita, massa aksi langsung dipukul mundur oleh pihak kepolisian. Aturannya, penyampaian aspirasi hanya sampai pukul 18.00 Wita.
Pihak kepolisian berusaha memukul mundur massa aksi dengan menembakkan water canon dan gas air mata. Hingga sekitar pukul 18.30 Wita, massa aksi meninggalkan tempat aksi.
Unjuk rasa mengawal putusan MK oleh massa aksi yang tergabung dalam Aliansi NTB Melawan berlangsung ricuh di depan kantor DPRD NTB Jumat, 23 Agustus 2024.
Massa aksi dari BEM Universitas Mataram (Unram), Front Mahasiswa Nasional (FMN) dan pelajar mulai tiba di depan kantor DPRD NTB di Jalan Udayana, Mataram, pada pukul 11.30 Wita.
Mereka juga membawa poster berisi tuntutan menolak revisi UU Pilkada dan poster bergambar Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto. (*)