Mataram (NTBSatu) – Organisasi Internasional untuk Migrasi mengajukan amicus curiae berupa surat permohonan keadilan untuk Kajati NTB dan hakim Pengadilan Negeri Mataram terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sejumlah pihak yang masuk dalam organisasi itu adalah Pancakarsa, JP2MI, LKBH FH Ummat dan Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB.
Sebagai informasi, amicus curiae adalah perseorangan atau organisasi yang bukan pihak dalam suatu perkara hukum, tetapi boleh membantu pengadilan dengan memberikan informasi, keahlian, atau wawasan yang berkaitan dengan perkara.
“Kami ajukan ke Kajati NTB dan majelis hakim perkara pidana nomor 405/PID.SUS/2024/PN MTR,” kata Direktur PBHM, Yan Mangandar dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 14 Agustus 2024.
Yan menyebut, dalam perkara TPPO ini ada lima orang yang menjadi terdakwa. Mereka masing-masing berinisial BR, RS, MK, MS dan BGS.
Dari tindakan kelima terdakwa, 15 orang telah menjadi korban. Dari 15 orang, sambung Yan, hanya 10 korban yang menjalani pemeriksaan di hadapan kepolisian dan memberikan keterangan di persidangan.
“Sisanya sudah keluar daerah seperti ke Kalimantan untuk mencari pekerjaan. Harapannya bisa mengganti uang yang pernah diberikan ke para terdakwa,” ujar Yan.
Pengajuan amicus curiae karena hari ini, memasuki agenda pembacaan tuntutan di PN Mataram. Tim kuasa hukum berharap, para korban mendapat keadilan.
Yan meminta majelis hakim mempertimbangkan nasib masyarakat yang menjadi korban TPPO. Selain pribadi korban, hal ini juga berdampak pada istri, anak, dan keluarganya.
“Karena masih harus menanggung beban utang dan rasa malu karena iming-iming akan menjadi pekerja migran, namun batal,” bebernya.
Desak terdakwa dihukum berat
Lebih jauh Yan mengatakan, perusahaan yang merekrut korban, PT MPT mengaku telah mendapatkan izin menarik orang menjadi pekerja migran. Perusahaan menarik sejumlah uang kepada korban. Namun, hingga saat ini sedikitnya 15 korban belum mendapat ganti rugi dari PT MPT.
“PT MPT ternyata bohong. Dan sampai hari ini, uang yang sudah korban serahkan, tidak pernah perusahaan kembalikan,” tegasnya.
Karenanya, korban menuntut seluruh terdakwa mengganti uang yang pernah mereka ambil dari para korban sebelum sidang putusan.
Penasihat hukum mendesak perusahaan membayar restitusi sebagaimana rekomendasi LPSK. Dan apabila terdakwa tidak membayar, maka hakim menjatuhkan hukuman berat kepada mereka. Sehingga, bisa menjadi efek jera bagi kelimanya dan calo lain yang masih bertebaran. (*)