HEADLINE NEWSHukrim

Kalah Kasasi, Bawaslu NTB dan Gedung Wanita Menunggu Waktu Dieksekusi

Mataram (NTBSatu) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB keok di tingkat kasasi, kasus pemalsuan surat lahan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram.

Pemohon kasasi adalah Ida Made Singarsa, terdakwa kasus pemalsuan surat. Hal itu berdasarkan nomor perkara 429/Pid.B/2024/PN Mtr.

Amar putusan berisi, menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengabulkan kasasi terdakwa. “Tidak terbukti dakwaan penuntut umum dan membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU,” bunyi amar mengutip dalam laman resmi Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis, 12 Juni 2025.

Humas PN Mataram, Kelik Trimargo membenarkan adanya putusan kasasi Made Singarsa tersebut. Namun pihaknya belum menerima berkas fisik.

IKLAN

“Putusan kasasinya belum turun dari MA. Kalau di website MA, memang sudah putus. Tapi berkasnya belum kita terima,” ujarnya kepada NTBSatu.

Pengadilan belum memastikan akan melakukan eksekusi terhadap lahan tersebut. Menyusul belum menerima putusan lengkap dari MA.

“Nanti setelah menerima, Ketua (PN Mataram) pelajari apa pertimbangan hukumnya. Kemudian memanggil kedua belah pihak,” ujar Kelik.

IKLAN

Sebelumnya, putusan pertama memutuskan Ida Made Singarsa bersalah melakukan tindak pidana memakai surat palsu. Selanjutnya, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 bulan.

Begitu juga di tingkat banding, majelis hakim menyatakan Ida Made Singarsa terbukti bersalah melakukan tindak pidana memakai surat palsu. Kemudian, hakim menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan. Terdakwa disangkakan Pasal 263 ayat (2) KUHP.

Riwayat Kasus

Persoalan ini bermula ketika Ida Made Singarsa menggugat Pemprov NTB, Ketua Bawaslu NTB, dan Pemkab Lombok Barat. Ia menggugat karena merasa lahan di atas bangunan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita merupakan miliknya yang diwariskan ayahnya, Alm. Ida Made Meregeg.

IKLAN

Made Singarsa pun memenangkan gugatan tersebut berdasarkan putusan banding kasasi. Walaupun sebelumnya di pengadilan tingkat pertama kalah. Pemprov NTB pun mengajukan PK. Namun, Pemprov terpaksa gigit jari karena Mahkamah Agung (MA) menolak PK.

Dalam sidang dakwaan Made Singarsa terungkap bahwa Pemprov NTB melalui proses pinjam pakai tanah antara almarhum orangtuanya dengan Bupati Lombok Barat. Hal itu sebagaimana surat pinjam pakai tanah antara Ida Made Meregeg dengan Bupati Lombok Barat, Lalu Anggrat tahun 1964.

Pinjam pakai tanah tersebut berlangsung selama 20 tahun, sejak tahun 1964 hingga tahun 1984. Hingaa saat ini Pemprov NTB belum mengembalikan obyek bidang tanah tersebut.

Pemprov NTB kemudian merasa ragu dengan keaslian surat tersebut. Karena, di dalam pemerintahan tidak ada istilah pinjam pakai. Yang ada adalah sewa dan jual beli. Hal itu berdasarkan Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996 tentang HGU,HGB dan hak Pakai atas Tanah dan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pengelolaan BMD, Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 Tentang Pengelolaan BMD, Permendagri No. 19 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan BMD.

Alasan lain, dalam surat keterangan tidak ada menyebutkan kewajiban-kewaiban peminjam selama proses pinjam pakai tersebut. Kemudian, dalam surat keterangan hanya ada tanda tangan satu pihak.

Terakhir, bukti surat keterangan penggugat dengan bukti surat tergugat dengan tanda tangan Bupati Lombok barat Lalau Anggrat berbeda. Karena itu Pemprov NTB meragukan keterangan keaslian surat.

Pemerintah selanjutnya melaporkan surat palsu itu ke Dit Reskrimum Polda NTB. Hasilnya, polisi menetapkan Made Singarsa dan satu orang lainnya menjadi tersangka. (*)

Berita Terkait

Back to top button