Mahadesa, Masalah Baru di Desa
Fakta terkini, program tersebut tak bertahan lama. Bahkan, bangunan TDC di beberapa desa, seperti Desa Selat dan Suranadi tampak seperti terlantar berdasarkan pantauan NTBSatu, Kamis, 1 Agustus 2024.
“Berjalan satu tahun saja. Sekarang sudah tidak ada. Kalau dilihat di grup Perserikatan BUMDes Indonesia (PBI) Lombok Barat, tidak berjalan juga di semua desa,” kata Ketua BUMDes Saribaye, Lombok Barat, Miftahul Ridwan, Kamis, 1 Agutus 2024.
Program TDC Mahadesa ini tidak berjalan lagi karena jarangnya stok barang datang dari GNE.
“Selama setahun setelah peresmian tahun 2021 masih berjalan normal dan dapat untung. Tetapi waktu masuk tahun kedua, drop barang jarang datang. Permintaan kami juga lama datang, sehingga mulai menurun dan hilang kabar,” jelasnya.
Hal serupa juga dialami oleh BUMDes Duman. Namun, TDC di sana bertahan lebih lama hingga September 2022.
“Dari Februari 2021 sampai terakhir beroperasi September 2022. Setelah itu, karena sayang tidak dimanfaatkan peralatannya, kami tetap buka. Tetapi, supplier barangnya bukan dari Mahadesa,” kata Ketua BUMDes Duman, Tika secara terpisah.
Padahal, BUMDes Duman telah menyetorkan modal pembangunan TDC kepada GNE sebesar RP90 juta dari total Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rp140 juta. RAB itu untuk pemenuhan peralatan-peralatan TDC, seperti komputer, rak, kipas, neon box, dam sistem aplikasi.
“Kami karena memang sudah punya ruko, tinggal peralatannya saja, jadi RAB-nya Rp140 juta. Kalau yang dibangunkan sama gedung atau ruko itu RAB-nya mencapai Rp300 juta,” terang Tika.