Daerah NTBEkonomi BisnisHukrim

Kapolda NTB Tiba-tiba Sebut PT TCN hanya Bermasalah Administrasi

Mataram (NTBSatu)Kapolda NTB Irjen Pol Raden Umar Faroq buka suara terkait kasus PT Tiara Citra Nirwana (TCN). Kasus tersebut tiba-tiba berkaitan dengan administrasi.

Kapolda NTB menjelaskan, PT TCN merupakan perusahaan yang memiliki izin. Namun dalam menjalankan aktivitas pengeboran di kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara perusahaan tersebut tidak melengkapi beberapa administrasi. Itulah yang pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB dalami.

“Sekarang ada beberapa administrasi yang harus dilengkapi. Proses penyelidikan di Krimsus untuk melengkapi administrasi yang kurang,” katanya kepada wartawan pada Kamis, 25 Juli 2024.

Aktivitas pengeboran PT TCN, lanjut Raden Umar, tidak ilegal. Hanya saja titik pengeboran tidak pada tempatnya sesuai izinnya terdahulu.

Proses penyelidikan ini pun untuk memberi kesempatan PT TCN agar segera melengkapi administrasi. Pihak kepolisian telah meminta keterangan sejumlah saksi yang berkaitan dengan perizinan tersebut.

“Mengenai pengeboran di tempat yang tidak sesuai perizinan hanya beberapa meter dari lokasi yang sudah ditentukan. Sehingga mereka berpindah dari lubang lain,” jelasnya.

Menyinggung adanya dugaan kerusakan ekosistem laut akibat aktivitas pengeboran PT TCN, Kapolda mengaku pihaknya masih mempertimbangkan hal tersebut.

“Ekosistem laut dampaknya apa? Kalau ditutup TCN apa kerugiannya?Jadi kita pertimbangkan itu,” akunya.

Yang jelas pihak kepolisian tetap mengikuti perundangan-undangan.Menurutnya, setiap aktivitas pengeboran menyebabkan tanah terangkat dari permukaan. Tentu saja hal itu menyebabkan lingkungan kotor.

“Untuk pembersihan itu bisa dilakukan,” tutupnya.

Beda Keterangan Kapolda NTB dengan PSDKP

Keterangan Kapolda NTB berbeda dengan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Benoa, Bali.

Sebelumnya, Ketua Tim Pengawasan Kelautan Pangkalan PSDKP Benoa, Meisal Rachdiana menyebut, ada dugaan kerusakan ekosistem laut buntut pemasangan pipa penyulingan air di Gili Trawangan oleh PT TCN. Karena itu pihaknya menyiapkan sanksi bagi perusahaan tersebut.

Nantinya, penjatuhan sanksi merujuk pada aturan UU RI Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Kemudian UU RI Nomor 6 tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

“Kalau terkait pidana, larinya ke Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007. Kalau penyelesaiannya ke sanksi administratif, mengarah ke Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023,” kata Meisal kepada wartawan pada Selasa, 9 Juli 2024.

Sebelum penentuan penerapan sanksi, pihak PSDKP masih menunggu data terbaru pemeriksaan luas kerusakan ekosistem laut.

Yang melakukan pemeriksaan adalah Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional atau BKKPN Kupang. Mereka turun bersama pihak Satwas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Lombok Timur.

“Yang turun BKKPN, dari kami Satwas SDKP Lombok Timur hanya mendampingi saja,” jelas Meisal.

Nanti jika hasil sudah ada, PSDKP akan menggelar rapat dan mengundang pihak terkait. Mereka membahas sanksi apa yang akan dikenakan untuk PT TCN. Apabila risalah rapat menyetujui adanya perbaikan kawasan, maka pihaknya akan menerapkan sanksi rehabilitasi.

Namun jika PT TCN tak mengindahkan proses rehabilitasi, maka PSDKP akan memberikan sanksi pidana.”Sanksi bisa kami tingkatkan ke pidana, nanti kami koordinasi dengan Polda NTB,” tegasnya.

Tanggapan Walhi NTB

Kasus ini juga mendapat sorotan dari wahana lingkungan hidup (Walhi) NTB. Direktur Walhi NTB Amry Nuryadin menjelaskan, kerusakan ekosistem laut di salah satu destinasi wisata tersebut melanggar Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

“Kalau usaha yang mengakibatkan rusak atau dampak yang sangat penting bagi lingkungan hidup terlebih pencemaran, pasti ada konsekuensi sesuai UU PPLH,” katanya kepada wartawan pada Rabu, 5 Juni 2024.

Apalagi aktivitas pengeboran perusahaan lakukan di tengah laut. Tentu berdampak pada lingkungan hidup, lebih-lebih terumbu karang. Karenanya, Amry mendorong agar aktivitas PT TCN dihentikan dan dilakukan evaluasi. Tujuannya, untuk memastikan apakah benar ada kerusakan dan pencemaran atau tidak.

Pasalnya, jika pengeboran terus berlangsung maka akan berdampak serius bagi lingkungan hidup di sekitar lokasi. Apalagi pemulihan terumbu karang memakan waktu yang lama. Bisa sampai ratusan tahun.

Selain mempengaruhi ekosistem laut, kerusakan juga berdampak pada sisi lain, seperti wisata dan aktivitas nelayan sekitar.

“Sehingga harus dijaga. Apalagi di daerah destinasi wisata ada terumbu karang yang sangat eksotis dan indah,” sebut Amry.

Kembali Amry tegaskan, jika PT TCN terus melakukan aktivitas pengeboran maka sama dengan melanggar Undang-undang PPLH. Karenanya langkah melakukan evaluasi harus segera terlaksana. Terlebih kerusakan yang disinyalir sejauh 1600 meter persegi atau 16 hektare.

“Kalau tidak segera melakukan evaluasi akan berdampak lebih serius,” katanya mengingatkan.

Sebagai informasi, PT TCN adalah perusahaan swasta yang bekerjasama dengan PDAM Amerta Dayan Gunung, Kabupaten Lombok Utara. Dia bergerak di bidang penyediaan air bersih kawasan Gili Trawangan.

Perusahaan tersebut menyediakan air bersih dari hasil penyulingan air laut yang menerapkan metode Sea Water Reverse Osmosis atau SWRO.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button