Daerah NTB

Oknum Pimpinan Ponpes Akhirnya Jadi Tersangka, Modus Cabuli Santriwati untuk Transfer Ilmu

Mataram (NTBSatu) – Oknum Pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di wilayah Sekotong, Lombok Barat inisial MA yang mencabuli santrinya, ditetapkan sebagai tersangka.

Penetapan tersangka itu dibenarkan Kasat Reskrim Polres Lombok Barat Iptu Abisatya Darma Wiryatmaja. Yang bersangkutan sudah diperiksa Jumat, 7 Juni 2024 lalu.

Modus menjalankan aksinya, MA berdalih akan mentransfer ilmu kepada para korban. “Artinya kalau (santriwati) mau dapat ilmu ya dicabuli,” katanya kepada NTBSatu, Senin, 10 Juni 2024.

Keterangan itu, sambung Kasat, berdasarkan pengakuan keempat korban yang dimintai keterangan penyidik oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Barat. Kepolisian pun telah mengantongi hasil visum. Namun untuk detailnya, Abi mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci.

“Sementara demikian dari keterangan korban. Kalau pelaku tidak mengakui hal itu,” tuturnya.

Saat dimintai keterangan, pelaku membantah melakukan pencabulan dan memperkosa santriwatinya. MA, kata Abi, merasa difitnah oleh masyarakat yang melakukan aksi pengerusakan beberapa waktu lalu.

“Ya pelaku merasa difitnah. Dia membantah telah melakukan tindakan serupa,” tegasnya.

MA diamankan setelah melarikan diri sejak menjadi buronan pada Rabu, 8 Mei 2024 lalu. Dia kabur membawa istri keduanya ke Pringgarata, Lombok Tengah.

“Karena rumahnya sudah rusak kan. Katanya tidak bisa ditinggali lagi,” ujar Abi.

Diketahui, sebagian besar korban berusia di bawah umur. Kejadian dialami korban pada tahun 2023.

Modusnya, dia menyuruh para korban membuatkan kopi, mereka diminta mengantar kopi ke ruangan pribadinya atau rumah pelaku. Saat rumah dalam keadaan sepi dan istrinya tidak ada, saat itu juga MA melancarkan aksi bejatnya.

“Usia korban belasan tahun,” jelas Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi.

Tak sampai di situ. Di antara korban ada yang diancam akan dikeluarkan dari pondok pesantren jika menceritakan dirinya telah dilecehkan. Selain itu, santri juga diiming-imingi mendapatkan mendapatkan ilmu.

Tindakan bejat pelaku terungkap setelah salah satu korban tidak mau kembali ke pondok. Dia menceritakan bagaimana perbuatan MA kepada orang tuanya.

Setelah mendengar itu, keluarga korban tersebut berinisiatif mengumpulkan orang tua lain santriwati yang juga menjadi sasaran nafsu pelaku. Setelah itu mereka bersama-sama menemui MA didampingi salah satu tokoh masyarakat setempat.

Namun bukannya mengaku, pelaku justru mengelak dan mengatakan bahwa yang melakukan pelecehan adalah makhluk gaib atau jin.

“Kalau dia ngaku, minta maaf, kasus ini tidak berlanjut,” ungkapnya.

Selang beberapa waktu, salah satu keluarga korban bertemu pihak pelaku. Namun, istri pelaku mencetus dan mengelak perbuatan suaminya.

“Tapi dijawab ketus oleh istri pelaku, ‘emang anak kamu hamil’?. ‘Ngapain ribut-ribut kalau ndak hamil’?,” kata Joko meniru celetukan istri MA.

Itulah yang menyulut emosi warga hingga berujung pada perusakan gedung pondok pesantren. (KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button