Mataram (NTBSatu) – Polda NTB melalui bidang Ditreskrimsus menangani dugaan perusakan ekosistem laut di Gili Trawangan, Lombok Utara.
Kerusakan di salah satu destinasi wisata tersebut diduga akibat aktivitas pengeboran pemasangan pipa milik PT TCN. Biota laut, khususnya terumbu karang di sekitar titik pengeboran ditemukan hancur. Namun belum disebutkan berapa titik hasil identifikasi awal.
Kabid Humas Polda Polda NTB Kombes Pol Rio Indra Lesmana yang dikonfirmasi mengaku belum mendapatkan informasi terkait kerusakan tersebut.
“Saya coba koordinasi dulu dengan Dit Krimsus soal laporan itu,” katanya kepada wartawan, Jumat, 31 Mei 2024.
Perusakan ekosistem ini dilaporkan masyarakat dari Surak Agung Lombok Utara melalui Wiramaya Arnadi pada 13 Mei 2024 lalu.
“Iya, hari ini diagendakan saya untuk berikan klarifikasi terkait laporan itu. Tapi ditunda jadi Senin, 3 Juni,” kata Wiramaya yang juga Ketua Surak Agung Lombok Utara ini.
Dalam laporannya, dia meminta Polda NTB mengungkap siapa pihak yang bertanggungjawab munculnya kerusakan ekosistem tersebut. Apalagi temuan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Wilayah Kerja Perairan Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena) menyebut, sekitar 1600 meter persegi laut yang terdampak.
“Harus ada yang bertanggung jawab dari kerusakan terumbu karang di sana,” tegas Wiramaya.
Sementara Kordinator BKKPN Kupang Wilayah Kerja Gili Matra Martanina mengatakan, angka 1.660 meter persegi itu berdasarkan hasil investigasi pihaknya bersama tim gabungan.
Tim gabungan itu melibatkan Satuan Polisi Perairan dan Udara (Satpolairud) Polres Lombok Utara, NGO, praktisi penyelam. Kemudian, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan wilayah NTB, dan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Berdasarkan investigasi yang dilakukan pada 8 Mei 2024 terus, tim gabungan mengambil sampel kualitas air dan semburan lumpur yang diduga berasal dari limbah pengeboran pemasangan pipa PT TCN.
“Hasil turun lapangan itu kami melihat adanya kerusakan ekosistem laut, luas terdampak itu sekitar 1.660 meter persegi,” jelasnya kepada wartawan via telepon.
Ekosistem terumbu karang di sekitar lokasi menurun setelah dibandingkan dengan data 8 Desember 2023 lalu. Saat itu tutupan terumbu karang masih cukup baik dengan persentase 38,5 persen.
Namun hal itu berubah setelah tim gabungan melakukan investigasi pada 8 Mei 2024. “Hasilnya, kondisi terumbu karang sudah sangat buruk, cuma 2 persen,” kata Martanina.
BKKPN telah menerbitkan berita acara dengan meminta PT TCN agar menghentikan aktivitas pengeboran. Tidak hanya itu, perusahaan juga diminta membersihkan sedimentasi bekas aktivitas pengeboran.
Selain itu, Martanina mengaku pihaknya telah mendapat permintaan dari Tim Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Reskrimsus Polda NTB.
“Tipidter tadi sudah menghubungi saya, dari pekan lalu. Kami sudah jelaskan kronologis, juga hasil investigasi,” jelasnya. (KHN)