Daerah NTB

Lebaran Semakin Dekat, yuk Cari Tahu Sejarah dan Perkembangan Mudik di Indonesia  

Mataram (NTB Satu) – Mudik, atau perjalanan pulang ke kampung halaman pada saat Hari Raya Idul Fitri, adalah tradisi yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad.

Menurut berbagai sumber, sejarah mudik di Indonesia telah dimulai sejak zaman kerajaan, dimana para pejabat kerajaan di era Majapahit dan Mataram Islam sering melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman mereka untuk merayakan hari raya bersama keluarga dan kerabat.

Ilustrasi mudik zaman belanda. Foto : VOI

Selama masa kolonial Belanda, tradisi mudik terus dilakukan oleh masyarakat Indonesia meskipun dengan keterbatasan.

Pada masa itu, transportasi yang tersedia hanya berupa kereta api dan kapal laut, sehingga hanya orang-orang yang memiliki cukup uang saja yang dapat melakukan mudik.

Namun demikian, semangat untuk pulang ke kampung halaman tetap tinggi di kalangan masyarakat Indonesia pada waktu itu.

IKLAN

Setelah Indonesia merdeka, tradisi mudik semakin populer dan lebih mudah dilakukan karena adanya perkembangan transportasi darat, laut, maupun udara.

Mudik para perantau di kota kota besar. Foto :Okezone

Para perantau yang bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung, dapat dengan mudah pulang ke kampung halaman mereka di desa atau kota kecil.

Pada periode 1960 hingga 1970-an, banyak orang Indonesia yang bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya.

Mereka sering merasa terasing dari keluarga dan kampung halaman mereka, sehingga mereka berusaha untuk pulang ke kampung halaman mereka setiap kali ada kesempatan, terutama saat lebaran.

Pada saat itu, pemerintah Indonesia mulai membangun jalan-jalan raya dan infrastruktur transportasi yang lebih baik, sehingga mudik menjadi lebih mudah dilakukan.

Pada tahun ini pula istilah “mudik” mulai ramai digunakan. Mudik dalam Bahasa Jawa diartikan sebagai mulih dhisik atau pulang dulu.

Mudik para TKI dari luar negeri. Foto : istimewa

Pada tahun 1980-an, mudik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia. Pada saat itu, banyak orang Indonesia yang bekerja di luar negeri, terutama di negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, atau Uni Emirat Arab.

Pada tahun 1990-an dan 2000-an, mudik semakin terorganisir dengan baik. Pemerintah Indonesia mulai memberikan perhatian yang lebih besar terhadap aktivitas mudik.

Seperti membangun jalan-jalan raya yang lebih baik, menambah jumlah armada transportasi, dan memberikan fasilitas-fasilitas yang lebih baik di jalan raya, seperti toilet dan rest area.

Kemacetan saat arus mudik. Foto : GNFI

Mudik menjadi sebuah momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia, dan menjadi salah satu bagian penting dari identitas budaya nasional.

Namun, tradisi mudik juga memiliki sisi negatif. Kepadatan lalu lintas selama periode mudik seringkali menjadi masalah yang serius.

Kecelakaan lalu lintas dan kemacetan di jalan raya sering terjadi, mengakibatkan banyak orang yang tidak sampai ke kampung halaman mereka tepat waktu, bahkan ada yang sampai meninggal dalam perjalanan.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan kesiapan infrastruktur transportasi pada saat mudik.

Misalnya dengan membangun jalan tol, memperluas jaringan transportasi publik, dan meningkatkan kapasitas bandara dan stasiun kereta api.

Kemudian dengan memperketat pengawasan dan penegakan aturan lalu lintas selama periode mudik.

Menurut Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, sekitar 123,8 juta orang akan mudik pada tahun ini.

Jumlah itu naik signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya 85,5 juta orang. Hal itu disebabkan oleh pemberlakukan PPKM yang telah berakhir dan ekonomi yang mengalami kenaikan 5,3 persen.(RZK)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button