Daerah NTB

Belanja Pegawai Dinilai Masih Boros, Pj Sekda NTB: Kita akan Terus Tekan

Mataram (NTBSatu) – Belanja pegawai Pemda NTB dinilai boros lantaran angkanya melebihi 30 persen dari total belanja APBD.

Mengacu pada UU nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah (HKPD), terdapat pembatasan proporsi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja APBD.

Direktorat Jenderal Perbendaraan (DJPb) Provinsi NTB, melaporkan rata-rata belanja pegawai pada Pemerintah Provinsi dan 10 kabupaten/kota di NTB sebesar 38,76 persen.

Menanggapi hal ini, Pj Sekda NTB, Ibnu Salim mengatakan, pemerintah provinsi tengah berupaya melakukan penyehatan agar belanja pegawai berada dalam proporsi yang ideal.

“Kita akan berupaya untuk terus menekan angkanya sampai dengan persentase yang diamanatkan,” ujarnya pada NTBSatu, Rabu, 29 Mei 2024.

IKLAN

Diketahui, Pemprov NTB mengalokasikan belanja pegawai di APBD 2024 mencapai Rp 2,29 triliun. Angka ini meningkat sebesar Rp 318 miliar dibandingkan dengan APBD Perubahan 2023 sebesar Rp 1,97 triliun.

Ibnu menilai kelebihan belanja pegawai ini sebagai hal yang wajar, namun jika daerah banyak menghabiskan anggaran rutin pegawai hingga mencapai 50 persen dari total APBD, tentunya hal dikhawatirkan akan mempengaruhi alokasi belanja modal untuk pembangunan dan infrastruktur yang berimbas pada minimnya kesejahteraan masyarakat.

“Segera kita koordinasikan untuk menyusun rencana strategisnya agar semua Pemda dapat. Sebenarnya, masalah ini bukan hanya terjadi di NTB melainkan banyak daerah lainnya. Tapi ini tetap menjadi atensi kita,” tukasnya.

Belanja pegawai paling gemuk diduduki oleh Pemerintah Kota Bima sebesar 57,81 persen.

Peringkat kedua ada Lombok Barat 41,01 persen. Disusul Sumbawa 40,19 persen, Kabupaten Bima 40,16 persen, Dompu 39,32 persen, Lombok Tengah 39,50 persen, Lombok Timur 36,65 persen, Kota Mataram 35,39 persen, Lombok Utara 33,37 persen, Sumbawa Barat 31,73 persen dan Provinsi NTB 31,88 persen dari APBD.

Berita Terkini:

Kondisi ini tentunya harus menjadi perhatian Pemda setempat, sebab belanja pegawai yang terlalu gemuk dapat membuat celah fiskal daerah semakin sempit.

Apalagi sebagian besar Pemda di NTB memiliki kapasitas fiskal dengan kategori sedang dan rendah.

Kepala Ditjen Perbendaraan Negara (DJPb) Provinsi NTB, Ratih Hapsari, mengatakan, kapasitas fiskal daerah merupakan tolak ukur untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola kemampuan keuangan mereka.

Melihat kemandirian daerah, salah satunya tercermin dari kapasitas fiskal daerah.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2023 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah, hanya Kabupaten Sumbawa Barat yang berada dalam kategori kapasitas fiskal Sangat Tinggi (2,362). Disusul Kota Mataram memiliki kapasitas fiskal yang tinggi (1,547).

Sementara dua daerah di NTB yang memiliki kemampuan fiskal dengan kategori sangat rendah yaitu Kabupaten Bima (0,929) dan Kabupaten Lombok Tengah (0,763). Kemudian ada dua daerah lainnya dengan kategori rendah, Kabupaten Lombok Barat (0,953) dan Kabupaten Sumbawa (1,082).

Mayoritas daerah berada dalam kategori kapasitas fiskal yang tergolong sedang, antara lain Kabupaten Dompu (1,273), Kabupaten Lombok Timur (1,264), Kota Bima (1,230) dan Kabupaten Lombok Utara (1,444).

Kembali pada masalah belanja pegawai, Ratih mengingatkan, pemerintah daerah diberi waktu hingga 5 tahun sejak Undang-Undang HKPD diundangkan, atau 5 tahun dari tahun 2022, untuk mencapai proporsi tersebut.

“Per 2027, rasio Belanja Pegawai maksimal 30 persen dan Belanja Modal minimal 40 persen. Mengingat jangka waktu sudah dekat, harus segera disusun langkah strategisnya,” pungkas Ratih. (STA)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button