Mataram (NTBSatu) – Keberadaan salah satu tersangka dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI Unit Kebon Roek, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, inisial IWAK diselidiki kejaksaan.
“Satu masih kami selidiki. Kami belum tahu keberadaannya,” kata Kasi Intel Kejari Mataram, Harun Al Rasyid kepada wartawan, Jumat, 17 Mei 2024.
Saat disinggung keberadaan IWAK apakah di luar daerah atau tidak, Harun mengaku belum bisa memastikannya. Meski begitu, perempuan di luar perbankan ini akan ditahan jika penyidik memintanya untuk kebutuhan penyidikan.
“Bakal ditahan seperti dua tersangka lainnya jika memang dibutuhkan,” ucapnya.
Dalam dugaan korupsi tahun 2020-2021 ini, penyidik menetapkan tiga tersangka. Selain IWAK, jaksa juga menetapkan pimpinan BRI Unit Kebon Roek inisial SAK dan satu staf inisial SHB.
Kini keduanya telah dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat. Dua tersangka itu akan menjalani penahanan selama 20 hari ke depan.
Berita Terkini:
- Pj Gubernur Jawab Kritik Dewan soal Kisruh DAK Dinas Dikbud NTB: Kadisnya Tetap Dievaluasi
- Terus Bergulir, Jaksa Selidiki Dugaan Korupsi Masjid Agung Bima
- Hasil Berburu di “Kampung Narkoba” Lombok Tengah, Polisi Amankan Senpi Rakitan dan Ratusan Sajam
- Mahdalena Turun Salurkan Bantuan Korban Dampak Banjir di Kecamatan Woha Bima
- Antara Nyawa dan Jalan Rusak, Warga Meang Jadi Penandu Ibu Hamil dan Lansia Tanpa Pamrih
“Ini (penahan) untuk kepentingan penyidikan,” ucapnya.
Sebagai informasi, dugaan korupsi penyaluran KUR BRI Unit Kebon Roek ini diduga bermasalah tahun 2020-2021. Ketiga tersangka dinilai bekerja sama untuk mengatur agar dana KUR bisa dicairkan.
IWAK bertugas mengumpulkan calon penerima. Namun, nama-nama yang dikumpulkan itu tidak memiliki usaha. Padahal, seharusnya KUR disalurkan kepada para pelaku UMKM.
Ketiga tersangka kemudian bersekongkol untuk mencairkan pinjaman dengan nominal yang berbeda.
Setelah uang berhasil dicairkan, ketiganya tidak menyalurkannya ke penerima yang diajukan, dan digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka. Akibatnya, cicilan uang pinjaman tidak disetor, karena para penerima tidak pernah merasa memiliki utang. Kerugian negara yang muncul pun sebesar Rp2,2 miliar. (KHN)