Dinas Pendidikan Mataram Batasi Jumlah Seragam Sekolah, Bebankan Orang Tua?

Mataram (NTBSatu) – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram berencana memberlakukan kebijakan pembatasan jumlah seragam sekolah.
Hal ini dilakukan untuk meringankan beban orang tua siswa yang selama ini dirasa terbebani dengan banyaknya jenis seragam yang harus dibeli.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram Yusuf, menjelaskan bahwa kebijakan ini akan dibahas terlebih dahulu dengan Pemerintah Kota Mataram.
“Nanti kita buat kebijakan ya. Kebijakan di dinas dan konsultasikan dengan Pemerintah Kota saja,” ujarnya, Kamis 2 Mei 2024.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh variasi jumlah seragam yang berbeda di setiap sekolah. Di tingkat SD, terdapat seragam nasional, pakaian khas, imtaq, pramuka, pakaian adat daerah, dan seragam olahraga.
“Kalau pramuka mungkin setiap kegiatan pramuka. Sekarang kan tidak wajib. Boleh sekarang itu. Karena sekarang sukarela itu,” jelas Yusuf.
Meski demikian, Yusuf menegaskan bahwa pemakaian seragam sekolah tetap mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
“Kalau sudah ditetapkan seperti kemarin ya laksanakan saja. Baju merah putih, baju khas sudah ada dalam permendikbud,” katanya.
Terkait seragam baru, Yusuf memastikan tidak ada perubahan. Untuk tingkat SD, seragamnya merah putih, SMP putih biru, dan seterusnya. Sedangkan untuk pakaian adat, digunakan pada saat hari besar.
“Kota Mataram sudah menerapkan Sabtu Budaya maka anak-anak tetap menggunakan pakaian adat. Tapi kan adat di sini kan bermacam-macam cukup pakai kain dan bebet kan selesai,” terangnya.
Berita Terkini:
- Baru Pertengahan Tahun, 5.076 Kasus TBC Ditemukan di NTB
- Wanita Haid Tak Bisa Puasa Tasua dan Asyura? Ini Amalan Pengganti Penuh Pahala dan Berkah
- Jaksa Tahan Tiga Tersangka Korupsi KUR BSI Bima
- Kejagung Ganti Kajati dan Wakajati NTB
- Ratusan Pulau Kecil di NTB “Nganggur”, Pemprov Buka Pintu Dikelola Asing
Program Sabtu Budaya di Kota Mataram hanya dilaksanakan sekali dalam sebulan. Sedangkan untuk seragam pada hari Sabtu, diserahkan kepada kebijakan masing-masing sekolah.
“Tetap digunakan tapi tidak seperti dulu,” ucapnya.
Kebijakan pembatasan seragam sekolah ini disambut baik oleh sebagian orang tua siswa. Namun, tidak sedikit pula yang merasa keberatan.
Pasalnya, mereka khawatir kebijakan ini akan membatasi kebebasan sekolah dalam mengatur seragam siswanya.
Salah satu wali murid, Haifa mengkhawatirkan kebijakan ini dan membatasi kreativitas sekolah dalam merancang seragam siswanya.
“Seragam sekolah tidak hanya berfungsi sebagai identitas, tetapi juga dapat menjadi media untuk mengekspresikan kreativitas dan budaya sekolah,” jelasnya.
Haifa menambahkan pembatasan jumlah seragam sekolah juga dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara siswa yang mampu dan tidak mampu.
“Siswa dari keluarga kurang mampu mungkin tidak memiliki cukup seragam untuk mengikuti semua kegiatan sekolah,” katanya. (WIL)