Mataram (NTBSatu) – Sejak serangan Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023, para siswa dan guru di sana tak dapat lagi bersekolah dan mengajar. Hal ini dirasakan sudah lebih dari enam bulan lamanya. Penyebabnya adalah hampir semua sekolah telah hancur.
Berdasarkan data pemerintah setempat yang dikutip dari laporan Reuters, sekitar 218 sekolah negeri dan 65 sekolah berafiliasi dengan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi (UNRWA) telah dibom dan dirusak.
Sebanyak 29 persen gedung sekolah juga tak dapat digunakan karena telah hancur total. Kemudian, 133 sekolah negeri telah digunakan sebagai pusat perlindungan di Jalur Gaza.
Kondisi ini membuat siswa di Gaza, Palestina baru bersekolah lagi pada semester kedua. Sementara 55 sekolah akan beralih ke e-learning.
Selain kehancuran, laporan Kementerian Kesehatan di Gaza per 9 Januari 2024, menyatakan bahwa lebih dari 10.000 anak telah terbunuh oleh serangan udara dan operasi darat Israel di Gaza sejak Oktober 2023.
Berita Terkini:
- Islamic Relief Indonesia Gelar Aksi Damai dan Doa Seribu Yatim di Teras Udayana
- Agenda Jalan Sehat Iqbal – Dinda Batal, Begini Penjelasan Penyelenggara
- Deklarasi Dihadiri Puluhan Ribu Orang, Miq Iqbal Tak Mau Jumawa
- Viral Kupon Jalan Santai Iqbal – Dinda Jadi Sampah Berserakan, Begini Penjelasan Penyelenggara
Angka tersebut belum termasuk ribuan lainnya yang hilang dan diperkirakan terkubur di bawah reruntuhan, sebagaimana dikutip dari situs Save the Children.
Kondisi ini membuat banyak anak mengalami trauma. Terutama karena mereka masih bisa menatap sekolah yang hancur di depan mata. Serta, mengingat peristiwa suram akan pendidikan dan teman sebaya mereka sejak serangan brutal melanda Gaza.
Seorang siswa kelas lima di Jalur Gaza, Abed al-Qara mengingat bagaimana masa-masa sekolah berlangsung. Mulai dari jalan-jalan di sekolah saat jam istirahat hingga saat di ruang kelas.
“Kami akan keluar saat jam istirahat. Kami (juga) akan pergi ke kelas dan berjalan-jalan,” ucapnya yang sedang memeriksa kerusakan sekolahnya bersama temannya Muhammad al-Fajem, dikutip dari Reuters, Sabtu, 20 Maret 2024.