Mataram (NTBSatu) – Kasus perundungan dan kekerasan seksual sering terjadi di lingkungan sekolah yang berbasis negeri, swasta maupun pondok pesantren.
Hal tersebut menjadi perhatian khusus untuk orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah. Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra membeberkan tips untuk orang tua sebelum memutuskan untuk menyekolahkan anak.
Edukasi merupakan hal yang sangat penting untuk orangtua, agar tidak salah dalam memberikan wadah pendidikan anak-anak. Berbagai pertimbangan juga harus diperhatikan, terutama dari segi tujuan untuk menyekolahkan anak di sekolah negeri, swasta dan pesantren.
“Orang tua wajib membekali anak-anaknya dengan pendidikan dan akhlak yang baik. Anak-anak perlu dididik untuk memiliki empati dan sikap menghargai orang lain sehingga dapat menempatkan diri di lingkungan manapun,” jelasnya, yang dilansir dari Liputan 6, Sabtu 2 Maret 2024.
Ketika menyekolahkan anak ke sekolah negeri, swasta, maupun pondok pesantren, orang tua perlu memahami bahwa interaksi secara langsung dengan anak akan berkurang.
Berita Terkini:
- Senator Evi Sentil Minimnya Infrastruktur Pendukung Laju Komoditas Unggulan NTB
- Godok Perda Jasa Konstruksi, Pansus IV DPRD NTB Kunjungi Komisi V DPR RI
- KPU Resmi Tetapkan Iqbal – Dinda sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB 2025-2030
- Iseng Ditanya “Kata-kata Hari ini”, Agus: Kebenaran Pasti akan Terungkap
Meskipun tidak bisa bertemu langsung setiap saat, orang tua butuh membangun pola komunikasi yang terbuka dan intens untuk mengetahui keadaan anak serta memastikan berada dalam kondisi yang sehat fisik maupun mental.
“Jika kita melihat, tidak sedikit orang tua merasa kewalahan mendidik anak sehingga memasukkan anak ke asrama atau pondok pesantren dengan harapan sikap dan perilaku anaknya menjadi lebih baik,” ujar Novi.
Kemudian, orang tua umumnya berharap agar anaknya bisa mandiri di lingkungan pesantren. Namun kenyataannya, di beberapa pesantren kelas menengah ke atas justru terdapat fasilitas-fasilitas lengkap yang menyebabkan anak tidak bisa mandiri.
“Kalau tujuan agama mungkin bisa tercapai, tetapi, harapan agar anaknya mandiri malah tidak tercapai,” tutupnya. (WIL)