“Terdakwa (Lalu Buntaran) tidak berterus terang dalam perbuatannya,” ujar Ema.
Keduanya dikenakan pasal Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai informasi, Irwin dan Buntara memiliki peran berbeda dalam kasus yang terjadi pada tahun 2018 tersebut.
Irwin selaku PPK tidak melakukan survei Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Kemudian tidak memerintahkan Buntara melakukan survei harga.
Dia mencantumkan merk dan tipe dalam dokumen spesifikasi dan teknis, sehingga tidak memberi kesempatan kepada calon penyedia lain untuk mengikuti kegiatan lelang.
Berita Terkini:
- KPU NTB Imbau Kampus tak Berat Sebelah Izinkan Paslon Gelar Kampanye
- Pemprov NTB tak Wajibkan ASN Beli Tiket MotoGP
- Meski Unggul di Survei LSI, Miq Iqbal Tetap tak Ingin Jumawa
- Malam ini, Iqbal-Dinda Terima Curhat Anak Muda di Sumbawa
Sementara Buntaran yang juga berperan sebagai pelaksana pekerjaan dianggap bersama-sama Irwin menyusun HPS berdasarkan survei yang dilakukan.
Sebagai informasi, pengadaan alat tersebut dilakukan dua tahap. Tahap pertama anggarannya Rp1,57 miliar untuk dibagikan ke lima SMA Negeri. Tahap kedua Rp982,43 juta untuk empat SMA swasta. (KHN)