Mataram (NTBSatu) – Komunitas Akarpohon Mataram kembali menggelar Perayaan Buku, pada Sabtu, 20 Januari 2024 yang berlangsung di Oxana Cinema. Kali ini, membedah buku “Iblis Tanah Suci” yang merupakan kumpulan cerita pendek (Kumcer) karya Arianto Adipurwanto, diterbitkan Diva Press, Januari 2024.
Dalam acara tersebut, hadir Arianto Adipurwanto selaku penulis, Marlinda Ramdhani sebagai pembedah, Lentera Nurani Setra sebagai pemandu, serta Aldila Yunita Witarti selaku penampil.
Buku kumcer Iblis Tanah Suci merupakan buku kedua Arianto Adipurwanto. Buku kumcer pertamanya, BUGIALI diterbitkan Pustaka Jaya pada tahun 2018, dan masuk dalam 5 Besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2019.
Dalam diskusi yang dipandu Staf Kantor Bahasa Provinsi NTB, Lentera Nurani Setra, Arianto Adipurwanto menceritakan proses kreatif penerbitan kumcer Iblis Tanah Suci.
Pada awalnya, Arianto menyerahkan cukup banyak cerita kepada Kiki Sulistyo selaku penyunting buku Iblis Tanah Suci.
“Tahap pertama saya menyerahkan 35 naskah, kemudian tahap dua saya menambahkan dengan 20 naskah. Kira-kira 55 lima cerita adalah sumber awal, sebelum kemudian terpilih 17 cerita di dalam buku ini,” ujar Arianto, yang pada tahun 2017 diundang mengikuti Literature & Ideas Festival (LIFE’s) di Salihara, Jakarta.
Cerpen-cerpen di buku Iblis Tanah Suci ditulis Arianto dari rentang tahun 2016 sampai dengan 2022. Ia mengaku, dalam proses menulis, dirinya tak melakukan perencanaan tentang tema, unsur-unsur cerita seperti plot, karakter, dan lain-lainnya. Ia seringkali hanya terpantik oleh sebuah peristiwa-peristiwa yang kecil-kecil.
“Kemudian itulah yang saya kembangkan sedemikian rupa—meramu antara pengalaman nyata (baik yang saya alami sendiri atau yang hanya saya dengar sepintas dari orang-orang sekitar), dan juga apa yang saya mampu bayangkan dalam imajinasi,” jelas cerpenis kelahiran Selebung, Lombok Utara, 31 Desember 1993 ini.
Baca Juga: Profil Tom Lembong yang Disebut Gibran Beri Contekan ke Cawapres Muhaimin Iskandar
Iblis Tanah Suci sendiri adalah judul sebuah cerpen yang kemudian diangkat menjadi judul buku. Cerpen ini berangkat dari sejumlah pengalaman yang dialami langsung oleh Arianto, yang kemudian membuatnya tertarik.
“Harus diakui, saya berutang banyak pada pengalaman. Pengalaman yang seringkali biasa-biasa saja tetapi ternyata bagi orang lain itu adalah hal yang sebaliknya,” ungkapnya.
Arianto menyampaikan, satu hal yang menjadi benang merah dari karyanya, ia masih menggarap hal-hal di dekat dirinya. Seperti, tentang kampung halaman, dan hal-hal yang bersifat sehari-hari. Ia juga masih kerap menulis tentang Lelenggo dan Sungai Keditan seperti pada buku pertama, Bugiali.
“Hal ini karena pertama-tama saya merasakan aktivitas penulisan adalah upaya saya untuk membongkar sedikit demi sedikit tentang diri saya pribadi. Dari sudut pandang ini, aktivitas penulisan adalah upaya memberi tanggapan paling personal tentang segala sesuatu, tentang peristiwa-peristiwa sosial di sekeliling,” urai Arianto.
Arianto turut menjelaskan, bacaan membantunya dalam memandang kembali apa-apa yang terjadi di sekeliling dan kemudian menyaringnya ke dalam sebuah cerita. Bahan bacaan seakan memandunya memilih apa yang menarik dan apa yang cocok untuk ditulis.
“Karena itu, saya menganggap setiap tulisan adalah upaya terbaik yang bisa dilakukan untuk melakukan pemahaman tentang realitas sebelum kemudian ditemukan cara baru yang lebih tajam dan menukik. Karena itu pula, rasa-rasanya tak ada yang final dalam proses saya, tak ada yang benar-benar selesai; karena hidup saya sendiri terus bergerak, terus mengalami perkembangan, selalu ada hal yang harus saya pahami kembali,” tutur Arianto.
Pembedah buku Iblis Tanah Suci, Marlinda Ramdhani mengatakan, membaca cerpen-cerpen dalam Iblis Tanah Suci membuatnya seperti ditarik kembali dengan suasana khas yang membekas setelah menuntaskan kumpulan cerpen (kumcer) Bugiali.
Marlinda fokus membahas aktivitas hasil budaya Sasak, khususnya di wilayah Lombok Utara yang tercermin dalam kumcer Iblis Tanah Suci. Dari kajian yang telah dilakukannya, terdapat empat jenis kompleksitas hasil budaya dalam cerpen-cerpen Iblis Tanah Suci, yaitu kompleksitas berbentuk bahasa, sistem mata pencaharian, religi, serta peralatan hidup dan teknologi.
Baca Juga: Rachmat Hidayat bagikan 50 Mesin Jahit dan Obras merk Singer untuk UMKM Penjahit se-Kota Mataram