“Untuk update di awal tahun ini, el nino masih akan bertahan sampai periode Maret, April, Mei. Itu prediksi terakhir kita. Sehingga kemungkinan akan berdampak besar pada beberapa sektor,” ungkapnya.
Cakra menerangkan, sebenarnya lokasi terjadinya badai el nino itu sendiri bukan di Indonesia atau secara khususnya NTB. Melainkan, terjadi di Samudra Pasifik Ekuator.
“Lokasi terjadinya memang bukan di kita. Tetapi, kejadiannya berdampak di kita dengan curah hujan yang kurang akibat uap airnya ditarik dan ada perubahan sirkulasi angin,” ujarnya.
Berawal dari suhu muka laut yang meningkat di wilayah pasifik, lalu uapnya naik. Kemudian, tekanan udaranya menyebabkan angin menuju ke tekanan udara yang rendah.
“Sehingga itu yang menyebabkan kurangnya curah hujan di wilayah kita,” tutur Cakra.
Berita Terkini:
- Banjir Bandang Terjang Pulau Sumbawa, Nestapa di Ujung Tahun 2024
- Penetapan NTB sebagai Tuan Rumah PON 2028 Masih Tunggu SK Kemenpora
- Kabid SMK Terjaring OTT Seret Nama Kadis Dikbud NTB
- Siswi SMAN 1 Mataram Bawa Tim Hockey Indonesia Juara Asia
Selain badai el nino, Cakra juga mengatakan pengurangan intensitas hujan di NTB disebabkan oleh gangguan tekanan rendah di laut Cina Selatan.
Hal ini juga menyebabkan musim Australia sehingga NTB dimasuki udara kering Australia. Akhirnya mengalami pengurangan curah hujan.
“Ini yang menyebabkan pada akhir Desember 2023 lalu terjadi pengurangan curah hujan. Padahal sebelumnya, pada awal Desember hujan cukup besar terjadi, tetapi malah berkurang dan menyebabkan kemunduran musim hujan di beberapa wilayah,” tutup Cakra. (JEF)