Meski demikian H. Syafrudin punya keunggulan yaitu punya instrumen kekuasaan atau masih Incumbent dengan banyak program yang dirasakan masyarakat. H. Safruddin juga terbukti meski tahun 2019 lalu bertarung sendiri tetap mampu melanggeng ke Senayan.
Untuk posisi PKS sangat dinamis, Zulkieflimansyah sudah tidak lagi menjadi Gubernur. Selain itu, basis suara Johan di Sumbawa tentunya terpecah dengan hadirnya partai Gelora yang memasang Fahri Hamzah. Ditambah lagi Dr. Hermawan yang tahun 2019 lalu menyumbang suara cukup signifikan bagi PKS, pada pemilu tahun ini pindah ke Demokrat. Tapi harus diakui loyalitas kader PKS yang sangat luar biasa tetap membuat PKS masih percaya diri untuk mendapatkan kursi di dapil NTB 1.
Partai lainnya yang perlu diperhitungkan adalah Golkar. Hingga saat ini Golkar menjadi partai yang paling berambisi merebut kursi. Musababnya partai ini belum mencapai klimaksnya, karena tahun 2019 lalu Golkar hanya finis di posisi empat dengan selisih suara yang tidak terlampau jauh dengan PAN. Padahal pada Pemilu tahun 2019, di Kabupaten Bima dan Kota Bima Golkar merupakan partai “penguasa”, namun hal ini tidak mampu untuk mengantarkan wakilnya ke Senayan.
Pada Pemilu tahun ini, Golkar sebenarnya menjadi partai cukup berpeluang merebut kursi, namun sayang tsunami politik yang dialami oleh mantan Wali Kota Bima, H. Muhamad Lutfi dan istrinya yang maju sebagai caleg DPR RI tersandera akibat kasus di KPK tentunya akan berimplikasi kepada perolehan suara. Meskipun komposisi caleg Golkar cukup kuat karena diisi oleh tokoh-tokoh lokal yang cukup berpengaruh seperti Hj. Elly Alwaoni (istri Mantan Wali Kota Bima), Hj. Fera Amelia (pada Pemilu 2019 mendapatkan 19 ribu lebih suara melalui PKS), dan H. Ali Rahim (pernah maju sebagai calon DPD NTB). Meski demikian, Golkar punya keunggulan yaitu menjadi partai penguasa di Kabupaten Bima.
Sama halnya dengan Golkar, Demokrat juga menjadi partai yang sangat berambisi merebut kursi. Tak tanggung-tanggung ketua umum Demokrat turun gunung ke Bima beberapa waktu lalu untuk melakukan konsolidasi agar demokrat sukses meraih kursi. Demokrat tahun ini tampil cukup berbeda, wajah demokrat dengan kehadiran Dr. Hermawan cukup percaya diri, dan hal ini membuat Hj Qurais cukup masif melakukan sosialisasi. H Qurais tahun 2019 punya suara sebanyak 40 ribu lebih, sedangkan Dr Hermawan ketika caleg PKS hanya mendapatkan suara 24 ribu. Pertanyaannya apakah suara itu bertahan atau berkurang. Tentunya ini menjadi PR besar bagi demokrat untuk bekerja, apalagi basis yang diharapkan Dr Hermawan di Sape pecah.
Berita Terkini:
- Pj. Gubernur NTB Ingatkan Pentingnya Memilih Produk yang Aman dan Berkualitas
- KPU NTB Tegaskan Hasil Pilkada 2024 yang Beredar Bukan Produk Resmi
- Pemprov NTB Siap Kolaborasi dengan BPOM Kawal Program Makan Bergizi Gratis Presiden Prabowo
- Lulusan SMK Sumbang Angka Pengangguran Tertinggi, Pemprov NTB Gencarkan Program PePaDu Plus
Lalu bagaimana dengan peluang Nasdem? Pada pemilu tahun ini Nasdem menjadi partai pengusung calon presiden. Komposisi Nasdem cukup bagus ada nama Mori Hanafi, Rizki Veryani (Cika), dan Jamaludin Malik. Pada pileg DPR Provinsi 2019 lalu, Mori Hanafi meraih suara sekitar 17 ribuan, Cika meraih 7 ribu suara dan pernah maju Wakil Bupati Dompu tahun kemarin, sementara calon lainnya, Jamaludin Malik merupakan mantan Bupati Sumbawa. Artinya Nasdem termasuk partai berpeluang, namun jika merujuk hasil survey internal PKS seperti pada ulasan sebelumnya justru Nasdem tidak mendapatkan kursi.
Terakhir yaitu PKB dengan wajah baru Mahdalena yang spanduknya terpampang di mana-mana. Meski harus diakui Mahdalena dan tim cukup masif, namun komposisi calon tidak cukup kuat. Sebab Mahdalena hanya berjuang sendiri sedangkan sayap lain tidak cukup efektif bermanuver. (*)