“Kalau katanya sunat supaya tidak binal, kan itu cuman mitos. Disunat maupun tidak disunat belum tentu perempuan itu baik dan sebaliknya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) meminta agar praktik khitan atau sunat perempuan itu dihentikan.
Direktur LPSDM, Ririn Hayudiani, mengatakan praktik sunat perempuan merupakan satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Khitan atau sunat perempuan ini merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender,” tegasnya.
Bahkan secara medis, jelas Ririn, sunat perempuan dapat merusak saraf-saraf penting pada alat vital perempuan. Dampaknya, alat vital menjadi nyeri bahkan kehilangan hasrat seksual.
Berita Terkini:
- Dukung Rohmi-Firin saat Pilgub, Dugaan Pelanggaran Netralitas Kadispar NTB Diserahkan ke BKN
- Museum NTB Lobi Kolektor Australia untuk Hibahkan Kain Tenun Asli Lombok
- MPI NTB Dikukuhkan, Kawal Agenda Prabowo-Gibran untuk Indonesia Emas 2045
- Walhi Desak Pemprov NTB Segera Lakukan Transisi Energi yang Berkeadilan
Ia berharap pemerintah bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait kesehatan alat reproduksi, baik laki-laki maupun perempuan. (MKR)