HEADLINE NEWSPendidikan

Refleksi Pendidikan NTB 2023: Perencanaan Berbasis Data Sektor Pendidikan Belum Maksimal

Sengkarut PPDB

Masalah PPDB masih terjadi pada tahun ini di NTB. Permasalahannya pun masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni sistem zonasi. Mulai dari dugaan pindah domisili Kartu Keluarga (KK) hingga membayar sejumlah uang agar anaknya bisa keterima di sekolah tertentu.

Ada juga modus-modus yang memang sudah sering dilakukan, seperti menitipkan melalui salah seorang Anggota DPRD agar anaknya diterima.

Kepala Dinas Dikbud NTB, H. Aidy Furqan pada waktu itu, mempersilakan kalau ada yang ingin menitip. Namun, pihaknya memastikan, belum otomatis diterima.

Aidy juga waktu itu, menyanggah masalah PPDB yang terjadi bukan karena kualitas pendidikan yang belum merata. Melainkan, karena ada orang tua siswa yang memaksakan anaknya untuk masuk di sekolah tertentu, serta jumlah rombongan belajar (rombel) yang tidak sesuai dengan jumlah lulusan SMP sederajat.

Berita Terkini:

Orang tua yang memaksakan anaknya masuk di sekolah tertentu, kata Nizaar, menunjukkan bahwa kualitas sekolah di NTB belum merata. Sehingga masalah PPDB, khususnya sistem zonasi murni akibat kualitas sekolah yang belum merata.

“Jika kualitas sekolah, berupa kualitas guru dan kualitas infrastruktur sekolah merata di setiap daerah, maka mau sekolah dimana pun tidak masalah bagi masyarakat,” jelas Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Ummat ini.

Guru di NTB Belum Bisa Terpenuhi dengan Formasi PPPK

Persoalan pemenuhan guru masih menjadi pekerjaan rumah Dinas Dikbud NTB pada tahun ini hingga masa mendatang. Terutama, pemenuhan guru produktif bagi jenjang SMK dan guru Pendidikan Luar Biasa (PLB) untuk Sekolah Luar Biasa (SLB).

Berdasarkan data yang disampaikan Kepala Dinas Dikbud NTB, H. Aidy Furqan, kekurangan guru produktif ini mencapai 1.400 lebih. Sementara, untuk PLB kekurangan 440 guru.

Dari pengumuman hasil seleksi PPPK guru 2023 yang diumumkan tanggal 22 Desember 2023, guru produktif yang dinyatakan lulus sebanyak 237 guru. Guru dengan formasi PLB yang dinyatakan lulus PPPK 2023 sebanyak 43 guru.

Alhasil, guru produktif dan PLB di NTB masih belum bisa terpenuhi dengan formasi PPPK tahun ini.

Menurut Nizaar, kekurangan guru di NTB ini perlu adanya sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah terkait pemenuhannya.

“Pemerintah harus melakukan analisis yang komprehensif terkait kebutuhan tenaga guru. Tidak hanya pemenuhan jumlah, tetapi juga bagaimana mensuplai guru yang benar-benar berkualitas dan profesional,” ungkapnya.

Seperti halnya, kata Nizaar, kebijakan tentang pendidikan profesi guru prajabatan harus didukung dan diperkuat secara penuh oleh pemerintah daerah.

“Tugas pemerintah daerah adalah memastikan sekolah yang masih butuh guru dan yang akan pensiun, agar suplainya benar dan tepat sasaran sesuai kebutuhan. Serta, suplai guru disediakan melalui jalur pendidikan profesi guru,” tuturnya.

Jika dianalisis lebih mendalam dan ditarik lebih luas, jelas Nizaar, ketiga permasalahan tersebut penyebabnya adalah belum maksimalnya perencanaan berbasis data pada sektor pendidikan.

Contohnya, pada perubahan standar penilaian yang dilakukan Kemendikbudristek. Ia mempertanyakan alasan kementerian tidak membuat sebuah standar yang sesuai dengan tiga tujuan penilian, padahal telah memiliki sejumlah data pendukung.

Lalu masalah PPDB dan kekurangan guru, lanjut Nizaar, seluruh dinas pasti sudah memiliki data kebutuhan guru serta kebutuhan infrastruktur pendidikan untuk menunjang kualitas pendidikan.

“Basis data memang sudah dihimpun, namun belum akurat dan faktual. Buktinya, bmasalah utama pendidikan saat ini belum terselesaikan,” ujarnya.

Nizaar pun berharap, ke depan basis data faktual harus dimanfaatkan oleh pemerintah dalam melakukan program yang memang dibutuhkan sekolah dan masyarakat.

“Data kebutuhan guru dan data kebutuhan infrastruktur pendidikan harus benar-benar akurat, dan benar-benar dimanfaatkan sebagai dasar menurunkan kebijakan serta program,” harapnya.

Dunia pendidikan juga, ungkap Nizaar, harus dijauhkan dari unsur-unsur politik praktis agar tertangani dengan baik.

“Sehingga kebijakan dan program-program yang diturunkan objektif dan sesuai kebutuhan dunia pendidikan,” pungkasnya. (JEF)

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button