Mengenai pengembangan potensi wisata sejarah, Gegen mengaku, pihak Pemerintah Daerah (Pemda) belum menaruh perhatian lebih terhadap keberadaan wisata sejarah tersebut. Karena keberadaan wisata sejarah ini masih belum setenar wisata mainstream lainnya.
“Namun yang patut kita syukuri adalah adanya support dari Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPBD) yaitu Bapak Ali Akbar, selalu memberikan dorongan pada komunitas LHSS untuk bisa mengembangkan paket wisata sejarah ini,” terangnya.
“Terbukti beliau sudah dua kali ikut dengan kami saat melakukan mapping beberapa destinasi wisata di kota tua Ampenan dan Mataram,” lanjutnya.
Kendati demikian, Gegen tetap berharap, agar Pemda bisa menginventarisir dan memberikan perhatian lebih kepada spot-spot wisata sejarah tersebut.
“Bentuk perhatian itu bisa berupa pengajuan spot-spot atau situs-situs itu sebagai objek cagar budaya, atau paling tidak di spot-spot itu bisa dipasangi plank nama dan keterangan sejarahnya,” harapnya.
Berita Terkini:
- Jaksa Tahan Eks Pimpinan Cabang BSI di Lapas Lombok Barat
- Kejati NTB Angkut Eks Pimpinan BSI Cabang Mataram di Semarang Dugaan Korupsi KUR Rp8,2 Miliar
- Nelayan Sekaroh Lotim Menjerit, 10 Tahun PT Autore Diduga Merompak Mutiara Senilai Ratusan Miliar
- Polisi Minta BPKP Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB
Untuk awal, lanjut Gegen, ia mencontohkan Pemerintah Kota Mataram bisa segera menetapkan kawasan Kota Tua Ampenan sebagai zonasi cagar budaya. Karena dengan intervensi pemerintah, keberadaan bangunan-bangunan di Kota Tua Ampenan bisa lebih terjaga.
“Dengan adanya zonasi cagar budaya itu, orang tidak akan sembarang membangun dan mengubah fisik bangunan yang sudah ada, karena setiap pembangunan di zonasi cagar budaya harus sesuai dengan master plan yang telah ditetapkan,” tandasnya.
Pegiat LHSS lainnya, Ali Akbar mengatakan, untuk menggali potensi pariwisata butuh dukungan seluruh elemen, mulai dari pemerintah, pemangku kepentingan, pihak swasta dan tentu juga masyarakat.
“Untuk pengembangan (wisata sejarah) sudah ada progress dari tahun ke tahun. Namun belum optimal. Belum ada grand design atau blueprint yang detail menyangkut sustainable of heritage tourism di Lombok,” jelasnya.
Akbar mengaku, soal pengembangan wisata sejarah di Lombok, belum mendapat perhatian dari pemerintah. Namun dalam kondisi seperti ini, pihaknya tetap berupaya berkomunikasi dengan pihak pemerintah.
“Teman-teman dari Lombok Heritage sedang berupaya membangun sinergi tersebut dengan semua pihak,” bebernya.
Sebagaimana diketahui, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sudah menetapkan poin-poin tertentu untuk pengembangan sustainability dari heritage tourism.
Sustainable Development Goals ada 17. Namun untuk pariwisata mencakup 3 aspek, yakni Enviroment, Socia cultural, dan Economic.
“Jadi harus ada keberlanjutan dalam 3 aspek tersebut,” tutupnya.
Sebagai informasi, belakangan ini semakin banyak wisatawan asing yang menginap di hotel di Mataram. Kebanyakan adalah wisatawan asal Belanda.
Disebut-sebut, mereka datang ke Lombok tidak sekedar berlibur, menikmati keindahan alam. Justru banyak yang datang hanya sekedar untuk menelusuri kembali jejak nenek moyang mereka tempo dulu. Selama berada di Lombok.
Wakil Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM), I Made Agus Ariana mengatakan, Wisatawan Belanda yang datang menginap di Hotel Mataram ini menurutnya sangat tertantang untuk mengenang kembali sejarah nenek moyang mereka.
“Banyak tamu asing yang menginap di hotel di Mataram banyak banget dari Belanda. Saya selalu tanya kalau mereka menginap di hotel ini (Arianz Hotel). Jadi mereka napak tilas cerita cerita tentang sejarah tentang leluhurnya. Di Mataram mereka sempat mencari track record kakek nenek buyutnya pernah tinggal di Mataram,” ungkapnya. (MYM)