“Bagaimana proses pengawasannya harus lebih maksimal. Kasus kekerasan banyak terjadi di rumah dan menjadi perhatian bersama bagaimana untuk menciptakan ruang yang nyaman bagi anak,” ungkapnya.
Menurut Joko, Sejauh ini Kota Mataram belum bisa disebut Kota Layak Anak karena masih banyak kasus kekerasan, dan masih berupaya untuk jadi kota layak anak.
Maka dari itu, Pemkot Mataram harus fokus dalam melaksanakan program Kota Layak Anak (KLA) yang bukan hanya sekedar untuk meraih penghargaan, tetapi menciptakan suasana kota yang nyaman dan layak untuk anak.
Berita Terkini:
- Eks Bupati Lombok Timur Bakal Diperiksa Dugaan Korupsi Rp52 Miliar Lahan MXGP Samota
- Polisi Agendakan Periksa Oknum Anggota DPRD NTB Dugaan Penipuan Proyek Rp1,29 Miliar
- MJA Targetkan Seribu Beasiswa Per Tahun untuk Putra-putri Lombok Utara
- MDMC Gelar Program “Karang Tangguh” di NTB, Upaya Tekan Risiko Dampak Bencana
“Yang kemudian bagaimana anak-anak terlindungi dimana pun berada, jangan malah di tempat-tempat yang harusnya dilindungi malah tidak terlindungi. Contohnya seperti, rumah dan sekolah harus menjadi tempat yang nyaman untuk anak-anak,” tegas Ketua LPA Kota Mataram itu.
Joko menambahkan bahwa Kota Layak Anak merupakan sebuah program besar yang harus dilakukan tindakan 3 tingkatan seperti pencegahan, pengurangan risiko dan penanganan.
Terkait kasus yang sudah terjadi, Joko mengatakan tentu menjadi pekerjaan rumah bagaimana pemerintah melakukan rehabilitasi terhadap anak yang menjadi korban atau pelaku. Selain itu, penindakan hukum harus serius dan tidak lalai, karena dapat menyebabkan korban tidak mau melapor.
“Karena penegakan hukum cenderung berlama-lama, dampaknya ketika anak memiliki resiko, harusnya Pemkot lakukan tindakan efektif. Seperti anak putus sekolah, bagaimana Pemkot kembalikan agar mereka sekolah?,” pungkasnya. (WIL)