Mataram (NTB Satu) – Menjelang diselenggarakan lomba pacuan kuda di Kota Bima, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima mengeluarkan fatwa prihal perlombaan tersebut.
Fatwa yang diteken pada 24 Agustus 2023 itu berisi tiga poin ketentuan yang terdiri dari beberapa sub poin.
Secara umum, fatwa tersebut menitikberatkan pada pada pelarangan eksploitasi anak dalam pacuan kuda maupun acara lainnya.
Tak heran, ramainya penggunaan joki cilik pada pacuan kuda sering kali menimbulkan resiko fatal berupa cacat hingga kematian. Misalnya AB (12) meninggal saat latihan di arena pacuan Desa Panda, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, Minggu, 13 Agustus 2023.
Berikut ini adalah isi lengkap fatwa MUI tentang eksploitasi anak yang ditandatangani pada 24 Agustus 2023:
Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
Berita Terkini:
- Molor 112 Hari, DPRD NTB Sebut Pembangunan RS Mandalika Proyek Gagal
- Gubernur Lalu Iqbal Bantah Isu Dugaan Kadistanbun NTB Ditawari Demosi Mandiri
- Dewan Ingatkan Pansel tak “Main Mata” Seleksi Direksi dan Komisaris Bank NTB Syariah: Jangan Sampai Hasilnya Lebih Buruk
- Jaksa Tahan Pejabat BNI KCP Woha Tersangka Kasus KUR
a. Anak merujuk pada definisi fiqih yaitu seseorang yang belum baligh dari sisi umur (belum genap 15 tahun).
b. Eksploitasi anak merujuk pada bagian penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 13 ayat (1) huruf b bahwa perlakuan eksploitasi sebagai tindakan atau perbuatan yang memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, ataupun golongan.
Ketentuan Hukum
a. Perbuatan eksploitasi anak dilarang dalam Islam dan hukumnya haram.
b. Di antara bentuk eksploitasi anak yang diharamkan meliputi tetapi tidak terbatas pada:
(1) Sengaja menempatkan, membiarkan atau melibatkan, menyuruh melibatkan anak untuk melakukan pekerjaan berbahaya dan beresiko tinggi seperti joki anak dalam pacuan kuda.
(2) Menawarkan dan memanfaatkan anak sebagai objek seks dalam bentuk pencabulan terhadap anak, pornografi anak pelecehan seksual, berhubungan seksual di luar nikah, sodomi.
(3) Mengajak atau memanfaatkan anak sebagai objek kejahatan praktek penyimpangan seksual (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau LGBT)
(4) Menawarkan dan memanfaatkan anak sebagai objek komersial seks seperti prostitusi atau pelacuran
(5) Menyuruh anak mempertunjukkan tarian erotis atau aksi yang menggambarkan ketelanjangan, adegan seksual dan persenggamaan.
(6) Menonton tayangan pornografi di depan anak atau meminta anak untuk ikut menonton, menunjukkan, melihat, atau berbagi benda yang berbau seksualitas kepada anak atau mengajarkan kepada anak mengenai perilaku seksual.