“Ini penting untuk universitas-universitas kita yang skalanya lebih kecil, PTS (perguruan tinggi swasta), yang komplain atas betapa besarnya beban ini. Alhamdulillah sekarang itu beban ditanggung negara secara penuh,” sambungnya.
Menurutnya, perubahan kebijakan akreditasi di perguruan tinggi dan prodi membuat standar yang menjadi dasar akreditasi lebih jelas dan sederhana. Sebab, akreditasi per prodi kini disederhanakan sehingga bisa dilaksanakan di tingkat departemen. Kebijakan baru ini juga, kata Nadiem, memungkinkan permintaan data tidak bolak-balik diminta di fakultas dan perguruan tinggi.
Berita Terkini:
- DWP Kabupaten Sumbawa Serahkan Bantuan kepada Panti Asuhan
- Ogah Bicara Kasus Perusakan Gerbang, Ketua DPRD NTB: Tanya Kapolda!
- Satu Orang Meninggal saat Kampanye Paslon di Kota Bima, Bawaslu: Masuk Pidana Jika Kelalaian Panitia
- Satgas BKC llegal Provinsi NTB Amankan 14.180 Batang Rokok dan 10,6 Kilogram TIS di Kabupaten Sumbawa
“Dari perspektif perguruan tinggi, ini ribetnya (dulu) luar biasa. Saya mengakui. Jadi kepala prodi di mana-mana diminta data yang sama, overlap dengan prodi di bawah fakultas yang sama itu besar sekali. Meminta data yang sama again. Padahal data itu sudah ada di tingkat fakultas atau departemen. Tidak masuk akal,” ungkapnya.
Sehingga sekarang, untuk pertama kali, tuturnya, akreditasi bisa dilaksanakan di tingkat unit pengelola prodi tersebut, yaitu departemen, jurusan, sekolah, atau fakultas.
“Jadi dekannya saja yang repot, tetapi lebih efisien. Ini mengurangi sekali beban administrasi perguruan tinggi,” pungkasnya. (JEF)