G: Setelah pementasan Langke, apa yang hendak Mulyadi sampaikan?
M: Walaupun tidak ada dukungan dari siapapun, saya percaya bahwa Sanggar Anak Gunung, atau bahkan pegiat teater lain tetap dapat berproses teater dengan baik. Asalkan punya kemauan, jalan akan selalu terbuka. Kami tidak ingin terlalu banyak berharap pada pemerintah atau siapapun. Sebab, kami percaya bahwa terlalu banyak berharap dapat membuat segalanya menjadi tidak enak. Setelah sekian kali pentas pasca-gempa bumi Lombok Utara pada 2018, pementasan lakon Langke cukup sukses. Sebab, saya melihat penonton sangat menikmati pertunjukan tersebut dan memberikan tepuk tangan dalam jangka waktu yang lama. Bahkan, beberapa saat setelah pementasan berakhir, para penonton enggan pulang dan ikut berdiskusi dengan kami.
G: Berapa banyak penonton yang hadir?
M: Ada sekitar 150 orang. Mungkin, bagi kelompok lain 150 orang bukanlah jumlah yang terlalu banyak. Namun, bagi Sanggar Anak Gunung, 150 penonton adalah jumlah yang cukup banyak. Sebelumnya, kami hanya bisa mendatangkan sekitar 60 hingga 100 penonton. Kini, kami pun sudah bisa menjual tiket dengan harga Rp10.000. Sebelumnya, kami terbiasa menjual tiket dengan harga Rp5.000.
Baca Juga:
- Iqbal-Dinda Komitmen Hadirkan Investor dari 132 Negara ke NTB
- Zul-Uhel Paparkan Solusi Cegah Tambang Ilegal di Debat Kedua
- Gaungkan Sustainable Tourism, Rohmi-Firin Dorong Destinasi Wisata NTB Menuju Standar Kelas Dunia
- Bang Zul dan Miq Iqbal Sepakat Pembukaan WPR Kurangi Pertambangan Ilegal
G: Siapa saja yang terlibat dalam pementasan Langke?
M: Selain Sanggar Anak Gunung, ada beberapa anak yang berasal dari kelompok Teater Bintang SMAN 1 Gangga, tempat saya mengajar. Kami terbiasa memakai sistem kolaborasi. Pilihan untuk berkolaborasi dengan Teater Bintang bertujuan untuk mendatangkan penonton. Sampai saat ini, Teater Bintang memiliki penonton setia yang lumayan banyak.
G: Di mana lokasi pementasannya?
M: Di Sekretariat Sanggar Anak Gunung, tepatnya di sebuah kebun kelapa. Di dalam kebun tersebut, ada tanah lapang yang dapat dimanfaatkan untuk pentas. Kami menyewa tanah lapang itu dengan harga Rp3,5 juta per tahun. Oleh karena itu, sewaktu pentas, kami harus menandai jarak jatuhnya kelapa dan kayu. Saya membangun Sanggar Anak Gunung di lokasi pantai kawasan Kecamatan Gondang, dengan harapan para remaja yang pernah ikut teater kala bersekolah, punya keinginan untuk berproses teater lagi. Sebenarnya, siapapun boleh bergabung dengan Sanggar Anak Gunung. Hanya saja, saat ini, masih didominasi oleh peserta yang pernah ikut teater kala bersekolah.