Mataram (NTB Satu) – Polda NTB menetapkan 7 orang pedagang yang membuka usahanya di Pantai Duduk Desa Batu Layar, Lombok Barat menjadi tersangka.
Berdasarkan hasil sidang beberapa waktu lalu, 7 pedagang tersebut divonis melakukan penggregahan lahan milik seorang pengusaha asal Mataram.
Salah satu tersangka kasus ini adalah Siti Zubaedah, ibu yang sedang hamil 5 bulan dan mempunyai 3 orang anak yang masih kecil.
Para pedagang tersebut divonis hukuman 14 hari penahanan, dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum selama 3 bulan.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Mataram, Dr. Widodo Dwi Putro merespons perkara tersebut. Bagi dia kasus tersebut bukan perkara besar, sehingga tidak perlu terlalu jauh dibawa ke proses hukum yang lebih dalam.
“Harusnya lebih kompromis, mengedepankan empati dan kasih sayang,” tuturnya kepada NTBSatu, Selasa, 9 Mei 2023.
Dalam kasus ini, lahan yang menjadi masalah tersebut masih masuk dalam kawasan sempadan pantai dan merupakan muara sungai. Sehingga tidak diperbolehkan Sertifikat Hak Milik (SHM) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.
“Perlu pengecekan terlebih dulu. Apakah betul lahan tersebut termasuk masih dalam kawasan sempadan pantai atau tidak,” sambungnya.
Ia sangat menyayangkan tindakan tersebut. Karena menurutnya, penyewa (korban) tidak mungkin menyewa lahan tersebut tanpa adanya kepastian terkait lahan.
“Mereka menduduki lahan itu dengan janji sewa, dan mereka melakukan pembayaran pajak untuk setiap bulannya. Selain itu, tidak mungkin mereka menggunakan lahan tersebut tanpa izin dari pihak pemdes,” tuturnya.
Sebagai pelapor harusnya mengecek terlebih dulu, harus cermat dan lebih teliti lagi. Karena ini menyangkut hak seseorang. Para penyewa ini korban, mereka mengeluarkan biaya untuk menempati tanah tersebut sebagai tempat berjualan.
“Korban ini sudah jatuh, masih ketimpa tangga pula,” sahutnya.
Tidak lazim, banyak investor-investor yang salah dalam menggunakan Peraturan Presiden No. 51 tahun 2016 ini. Sehingga, dengan mudahnya melakukan penggusuran.
Terakhir ia juga berpesan, jangan menjalankan hukum hanya dengan kacamata kuda. Tetapi, harus dengan hati nurani juga. (MYM)