Mataram (NTBSatu) – Usulan Pemerintah Indonesia untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pada General Conference (Sidang Umum) The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), akhirnya disetujui.
Baca Juga: Bahasa Indonesia Kini Menjadi Bahasa Resmi Sidang UNESCO
Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Mohamad Oemar menceritakan, proses awal pengusulan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO, bermula dari diskusi antara Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis dan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO pada Januari 2023.
Diskusi tersebut membahas tentang potensi Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Sidang Umum UNESCO.
Potensi ini selanjutnya disampaikan kepada Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Berita Terkini:
- Polisi Tetapkan Sembilan Tersangka Dugaan Korupsi KUR BNI Kota Bima, Rugikan Negara Capai Rp39 Miliar
- Bangun Pemahaman Publik, STKIP Taman Siswa Bima Jelaskan Keterpisahan Insiden di Depan Kampus
- Belum Sebulan Menjabat, Wakapolda NTB Dimutasi Kapolri
- Profil Mendiang Paus Fransiskus dan Kenangan di Indonesia Pilih Naik Mobil Innova Zenix Ketimbang Alphard
“Dalam waktu yang sempit disusunlah strategi untuk mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO,” kata Oemar dalam keterangan resmi Kemendikbudristek, 21 November 2023.
Pada 7 Februari 2023, Kepala Badan Bahasa bertemu dengan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO, serta Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang (OINB), Kementerian Luar Negeri, di Jakarta.
Pertemuan ini, kata Oemar, membicarakan peluang dan strategi mengupayakan Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, khususnya bahasa resmi Sidang Umum UNESCO.
Baca Juga: Rinjani Masuk 10 Besar Warisan UNESCO, 9 Gunung Lainnya Punya Sejarah yang Jarang Terungkap
“Pada pertemuan ini disepakati, pemerintah akan berupaya mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Sidang Umum UNESCO. Setelah itu, disusunlah naskah ajuan yang diperlukan dalam waktu yang sangat terbatas,” terang Oemar.