Daerah NTB

Kantor Bahasa NTB Temukan Gejala Kemunduran Bahasa Sasak, Samawa, dan Mbojo

Mataram (NTB Satu) – Dari 781 bahasa daerah yang tersebar di Indonesia, terdapat 3 bahasa daerah yang masuk dalam status kemunduran, yaitu bahasa Sasak, Samawa, dan Mbojo.

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. Puji Retno Hardiningtyas, S.S., M.Hum., mengatakan kalau status tersebut diberikan karena adanya perkembangan digitalisasi dan sikap masyarakat NTB sebagai penutur jati yang mulai berkurang menggunakan bahasa daerah. “Terutama dalam berkomunikasi sehari-hari yang cenderung menggunakan Bahasa Indonesia,” ungkapnya saat ditemui Jumat, 3 Februari 2023.

Terdapat beberapa faktor lain juga yang menjadi penyebab bahasa daerah mengalami kemunduran hingga punah, antara lain lingkungan keluarga dan perkawinan silang.

“Faktor lingkungan keluarga disebabkan karena orang tua khususnya ibu telah mengajarkan atau berkomunikasi pertama dengan anaknya menggunakan Bahasa Indonesia bukan bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu,” terang Retno.

Retno menjelaskan, perkawinan silang antara masyarakat asli NTB dengan masyarakat di luar NTB juga menjadi faktor sehingga bahasa daerah tidak diajarkan dalam keluarga untuk berkomunikasi sehari-hari.

Dalam proses belajar di sekolah pun para pengajar lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris daripada menggunakan bahasa daerah.

IKLAN

“Kami sangat memahami bahwa dalam sistem pendidikan nasional Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana alat komunikasi pengajar dalam pembelajaran, tetapi ini menjadi salah dipahami oleh pengajar,” tambah Retno.

Terlerpas dari beberapa faktor tersebut, Kantor Bahasa Provinsi NTB telah melakukan upaya menghidupkan kembali bahasa daerah di NTB melalui revitalisasi bahasa daerah yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam program Merdeka Belajar episode ke-17.

Ada tiga tahapan dalam upaya revitalisasi bahasa daerah. Pertama, kordinasi dengan pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan komunitas penutur. Kedua, pelatihan guru master atau utama. Ketiga, Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI).

“Di NTB kami telah membuat komitmen dengan Gubernur, Bupati/Walikota dan Dinas Pendidikan untuk melindungi bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah melalui Peraturan Daerah (Perda) No. 5 tahun 2020 tentang pengembangan, pembinaan, perlindungan bahasa dan sastra daerah,” ujar Retno.

Terkait pelatihan guru master atau utama, ia menambahkan kalau sudah mengundang 251 guru untuk diberikan pelatihan mengenai pembelajaran bahasa Sasak, Samawa, dan Mbojo dalam muatan lokal SD dan SMP.

“Kami berharap 251 guru tersebut bisa melakukan pengimbasan kepada guru-guru lain hingga 2 sampai 3 kali lipatnya agar bisa melalukan pembelajaran dengan bahasa daerah,” jelas Retno.

Revitalisasi bahasa daerah tersebut diakhiri dengan FTBI yang merupakan lomba membaca puisi, menulis aksara, berbalas pantun, menulis cerpen, mendongeng, bercerita, dan komedi tunggal menggunakan bahasa daerah.

“Festival ini sudah dimulai dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional. Tahun lalu sudah kami lakukan dan tahun ini akan diadakan lagi, semoga bisa menjadi kegiatan tahunan kedepannya,” pungkas Retno. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button