Mataram (NTB Satu) – Bentuk Kelompok Usaha Bank (KUB) menjadi pilihan utama dalam menutupi kewajiban modal inti Bank NTB Syariah yang mencapai Rp3 triliun.
Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah NTB, Wirajaya Kusuma mengatakan, bentuk atau skema tersebut masih dalam proses penjajakan. Terdapat tiga bank daerah yang salah satunya akan menjadi induk dari Bank NTB Syariah.
“Bank DKI Jakarta, Bank Jawa Barat (BJB), dan Bank Jawa Timur (Jatim), salah satunya diproyeksikan sebagai bank induk. Tiga bank tersebut mempunyai modal inti di atas Rp6 triliun. Sehingga, dapat memenuhi syarat menjadi bank induk sebagaimana Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK),” ungkap Wirajaya, Jumat, 27 Januari 2023.
Ia menerangkan, kepengurusan Bank NTB Syariah belum memutuskan yang akan menjadi bank induk. Namun, kajian teknis telah dilakukan. Bank NTB pun telah mempertimbangkan banyak hal, yaitu aspek demografi, geografis, hingga kecocokan usaha.
”Nantinya, akan disesuaikan dengan klasifikasi Bank NTB Syariah. Soal manakah yang paling pas, kami menyerahkan hal tersebut ke jajaran direksi,” terang Wirajaya.
Ke depannya, satu dari tiga bank tersebut akan menjadi bank induk serta menyuntikkan dana ke Bank NTB Syariah. Besaran suntikan dana akan ditentukan jajaran direksi Bank NTB Syariah. Dana segar tersebut akan menjadikan bank penyuntik sebagai salah satu pemegang saham.
Sampai saat ini, modal inti Bank NTB Syariah mencapai sekitar Rp 1,48 triliun. Artinya masih terdapat kekurangan mencapai sekitar Rp1,52 triliun. Namun, dana segar dari bank induk tidak perlu sebesar kekurangan tersebut.
Wirajaya menjelaskan, dana segar dari bank induk akan dihitung jajaran direksi.
Jumlahnya bisa sebesar Rp100 miliar atau Rp200 miliar.
Pemerintah Provinsi NTB menginginkan dana segar dari bank induk tidak lebih dari RP250 miliar. Hal tersebut dilakukan supaya tidak mengganggu kondisi proporsi pemegang saham yang sudah eksis saat ini. Artinya, suntikan modal dari bank inti, berapapun jumlahnya, secara otomatis menghapus kewajiban Bank NTB Syariah sebesar Rp3 triliun.
”Apabila masuk bank induk, sudah terlepas kewajiban memenuhi Rp3 triliun, sepanjang masih dalam skema KUB. Itu sudah ketentuan POJK,” jelasnya.
Dengan modal yang dimiliki Bank NTB Syariah saat ini, Wirajaya menyebutkan sudah cukup untuk kegiatan perbankan, seperti pembiayaan pembangunan hingga melayani jamaah. Karena itu, suntikan dana dari bank induk tidak perlu terlalu besar.
”Kalau direksi bilang cukup Rp100 miliar, maka jumlah tersebut sudah cukup. Sehingga tidak menggerus posisi pemegang saham yang sekarang,” papar Wirajaya.
Setelah direksi memilih bank induk, hasil tersebut akan dilaporkan kepada pemegang saham. Kemudian, akan disepakati dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB). Proses tersebut diperkirakan butuh waktu selama satu tahun. Sehingga, Pemerintah Provinsi NTB menargetkan KUB paling lama tuntas di awal 2024.
Sementara itu, Sekretaris Daerah NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi mengatakan, proses KUB tersebut diharapkan dapat tuntas pada tahun 2023. Sehingga kerja-kerja Bank NTB Syariah dapat lebih fokus.
Mengenai pilihan bank induk, Gita menyebut Bank Jatim yang paling rasional, dengan faktor yang pendukung, yaitu kantor cabang Bank NTB Syariah di Surabaya, transaksi perdagangan antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Provinsi NTB sudah berjalan, hingga banyaknya masyarakat NTB yang tinggal di Surabaya dan Malang.
”Itu menjadi pilihan rasional kami untuk bekerja sama dengan Bank Jatim,” pungkas Gita. (GSR)