Mataram (NTB Satu) – Beberapa waktu lalu, Polres Lombok Barat menemukan kayu milik komplotan yang diduga sebagai pencuri kayu di kawasan hutan di daerah Kabupaten Dompu. Rencananya, kayu tersebut akan dibawa keluar NTB. Namun, setelah beberapa saat, komplotan tersebut dibebaskan karena dinyatakan tidak bersalah berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Sejumlah pihak pun melemparkan tudingan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB ikut terlibat dalam proses pembebasan komplotan yang diduga mencuri kayu di kawasan hutan di daerah Kabupaten Dompu tersebut.
Kepala Dinas LHK NTB, Julmansyah S.Hut., M.Ap., melalui Kepala Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Mursal S.P., M.Si., membantah seluruh tuduhan yang diajukan kepada Dinas LHK NTB itu.
Mursal mengatakan, seluruh pihak dapat berkomentar terkait proses pelaksanaan hukum kepada pelaku yang diduga melakukan tindak pidana kehutanan. Namun, Mursal meningatkan, untuk menaikkan proses penyelidikan menjadi proses penyidikan diperlukan barang bukti dan mekanisme tertentu. Dalam kasus tindak pidana kehutanan, penyidik harus memiliki minimal dua alat bukti yang kuat.
“Saya menduga, Polres Lombok Barat melepaskan komplotan yang diduga melakukan tindak pidana hutan itu lantaran tidak memiliki alat bukti yang cukup. Sehingga, barang milik komplotan tersebut tidak akan bisa ditahan berlama-lama dan kasusnya tidak dapat dinaikkan di tingkat penyidikan. Apabila Polres Lombok Barat atau pun Dinas LHK NTB menahan barang milik komplotan yang diduga melakukan pencurian dengan waktu yang lama tanpa ada bukti kuat, maka kami pun dapat digugat balik oleh pihak yang bersangkutan,” ungkap Mursal, di Mataram, Jumat, 13 Januari 2023.
Menurut aturan yang berlaku, Dinas LHK NTB tidak dapat meminta kepada Polres Lombok Barat untuk menaikkan status dari proses penyelidikan menjadi proses penyidikan. Sebab, setiap penyidik memiliki independensi atau kebebasan masing-masing, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila ditemukan sebuah kasus tindak pidana kehutanan, pihak kepolisian selalu berkoordinasi kepada Dinas LHK NTB terkait kebenaran kasus tersebut. Selain sebagai penyidik, Dinas LHK NTB juga menyediakan tenaga ahli untuk memastikan apakah terdapat tindak pidana kehutanan. Untuk menguatkan bukti adanya tindak pidana kehutanan, penyidik perlu mengumpulkan bukti fisik dan keterangan dari ahli.
“Dalam proses verifikasi kebenaran dugaan kasus tindak pidana kehutanan di Dompu, berdasarkan hasil berita acara, kayu yang diduga dicuri itu diambil di lahan milik perusaan tempat komplotan tersebut bekerja. Proses verifikasi tersebut turut melibatkan berbagai stakeholder, yakni Polri, TNI, dan Tim Penyidik Dinas LHK NTB serta Tim KPH,” terang Mursal.
Gelar perkara dugaan tindak pidana kehutanan pun telah digelar Dinas LHK NTB yang melibatkan penangkap, tim penyidik, bersama tim KPH Pelangan Tastura. Gelaran ini pun telah terlaksana secara hybrid. Kemudian, terkait adanya tudingan bahwa Pemprov NTB turut membantu komplotan yang diduga melakukan pencurian untuk bebas dari hukuman, Mursal menekankan, hal tersebut tidak benar dan bersifat menyesatkan.
Kayu-kayu yang terdapat di NTB, bahkan Indonesia secara keseluruhan terbagi dalam dua kategori, legal dan non—legal. Kayu legal bersumber dari tanah dan kebun milik yang dapat dibuktikan kebenarannya sesuai dengan standar pemerintah. Namun, apabila si pemilik tanah dan kebun ingin menebang kayu miliknya, mesti melakukan proses verifikasi terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, salah satunya seperti yang terjadi di daerah Dompu.
“Yang masuk kategori kayu illegal adalah kayu yang diambil secara tidak sah dari dalam kawasan hutan, tanpa menggunakan izin. Kemudian, mencampur kayu yang terdiri dari dua kepemilikan itu juga ilegal. Saya kira, sebelum melakukan tudingan-tudingan yang bersifat tidak bertanggungjawab, pelajari terlebih dahulu aturan-aturan yang berlaku,” jelas Mursal.
Mursal memberi tantangan kepada para pihak yang belum menerima keputusan Polres Lombok Barat dan Dinas LHK NTB untuk beradu data terkait kepemilikan kayu yang dibawa komplotan dari daerah Dompu tersebut.
“Mari adu data. Jangan sampai main tuduh tanpa ada data yang jelas,” pungkas Mursal. (GSR)