Mataram (NTB Satu) – Sejak Juli hingga September 2022, Pulau Lombok bakal kebanjiran konser. Terhitung sebanyak 10 konser dan berskala cukup besar yang menghadirkan artis papan atas.
Fenomena kebanjiran konser tersebut dinilai karena efek penyelenggaraan MotoGP yang membuat pelaku industri Indonesia memandang Pulau Lombok sebagai pasar baru.
Menanggapi hal tersebut, musisi sekaligus dosen musik, Yuga Anggana Sosani, M.Sn., mengatakan, sebelum digelar MotoGP, orang-orang luar NTB memandang Pulau Lombok dengan penilaian yang berbeda. Namun, hal tersebut berubah setelah Pulau Lombok menggelar MotoGP. Setelah Pulau Lombok menggelar MotoGP, seluruh hal mulai terangkat ke permukaan, termasuk bidang industri kreatif.
“Dahulu, Pulau Lombok tidak terlalu dikenali, sekarang malah kebanjiran pergelaran,” ungkap Yuga, dihubungi NTB Satu, Senin, 25 Juli 2022.
Menurut Yuga, Pulau Lombok memang membutuhkan banyak konser. Pasalnya, orang-orang luar NTB masih beranggapan bahwa referensi seni di Pulau Lombok masih minim, indikatornya adalah sekolah seni yang baru saja bermunculan. Pulau Lombok masih sangat banyak membutuhkan asupan kesenian dari luar NTB.
Setelah gempa bumi dan pandemi Covid-19, maraknya konser di Pulau Lombok merupakan bentuk luapan ekspresi masyarakat, termasuk musisi. Saat ini, berbagai pemangku kebijakan hampir selalu memberikan izin untuk menyelenggarakan konser. Hal tersebut seolah-olah merupakan bukti bahwa masyarakat Pulau Lombok, yang diwakilkan oleh pemangku kebijakan memang membutuhkan hiburan.
“MotoGP merupakan pertanda bahwa keadaan di Pulau Lombok memang telah membaik,” papar Yuga.
Menurut pengamatan Yuga, bila unsur pendamping seperti MotoGP tetap terselenggara, konser di Pulau Lombok akan terus berlanjut dalam jangka waktu yang panjang. Namun, apabila tidak terdapat unsur pendukung, fenomena maraknya konser di Pulau Lombok hanya akan bertahan sebentar.
“Mengenai sampai kapan fenomena konser yang marak, hal tersebut cukup sulit diprediksi. Pasalnya, akan selalu bergantung pada unsur pendukung seperti gelaran MotoGP,” jelas Yuga.
Selain itu, apabila pegiat promosi pariwisata di Pulau Lombok makin tidak kreatif, fenomena konser tidak akan bertahan lama, hanya ingar-bingar sesaat kemudian selesai.
Maraknya konser di Pulau Lombok adalah hal yang sangat positif. Indikator dari hal tersebut adalah industri kreatif, dalam hal ini music makin hidup dan bergeliat. Namun, tetap saja terdapat banyak syarat yang mesti dipenuhi, seperti hal teknis di luar konser, penataan ruang parkir dan sisa-sisa sampah selepas konser. Selain itu, pihak penyelenggara disarankan agar tidak melulu mengistimewakan pemusik dari luar Pulau Lombok.
“Penyelenggara juga mesti mengistimewakan pemusik dari Pulau Lombok. Kedudukan pemusik dari dalam dan luar Pulau Lombok mesti setara,” pungkas Yuga. (GSR)